BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap orang tentu pernah mengalami peristiwa buruk
atau luar biasa dalam hidupnya yang membekas bahkan meninggalkan trauma.
Peristiwa itu membuat seseorang merasa terbelenggu karena sering kali mengusik
pikiran dan perasaan walau peristiwa itu sudah terjadi lama. Inilah yang banyak
diidentikkan sebagai bentuk trauma yang mendalam.
Jika trauma itu berlangsung sesaat tentu belum
mengganggu. Jika berkepanjangan dan mengganggu aktivitas, sebaiknya segera
dikonsultasikan ke psikolog, psikiater atau tenaga medis lain yang membantu
menangani gangguan kejiwaan. Tidak mudah melakukan terapi untuk mengatasi
trauma. Ada beberapa tahapan yang perlu dilewati.
Perkembangan kepribadian anak terbentuk sejak anak
dilahirkan. Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama dikenal oleh
anak. Anak akan selalu memperhatikan apapun yang terjadi di sekitamya. Terutama
sikap dan perlakuan setiap orang terhadap dirinya. ini terjadi rada bulan-bulan
pertama kehidupannya. Setelah anak agak besar yaitu pada saat ia sudah mulai
berpikir dan menangkap apa yang terjadi. bisa membedakan respon yang positif
dan negatif, maka suasana keluarga menjadi suatu hal yang penting yang harus
diperhatikan. Suasana keluarga ditentukan oleh kepribadian setiap anggotanya.
Dan setiap anggota keluarga adalah unik sehingga suasana di dalam keluarga itu
juga dipengaruhi oleh bagaimana cara setiap anggota keluarga merespon suasana
dalam keluarganya. Suasana keluarga yang kacau atau teratur, kaku atau luwes,
kompetitif atau kooperatif, konsisten atau tidak konsisten. ikut mempengaruhi
perkembangan anak.
Suasana dalam keluarga yang membesarkan hati anggota
keluarganya adalah suasana yang memberikan “kemerdekaan, respek. persamaan,
standar yang realistik, kepercayaan, disiplin yang konsisten, memberikan
semangat, kesempatan mengutarakan perasaan dan adanya kerjasama”. Sebaliknya
suasana keluarga yang mengecilkan hati adalah suasana keluarga yang ditandai
oleh sikap orang tua yang terlalu melindungi anak, memanjakan, menolak,
otoriter, mengasihi, permisif, standar yang memberatkan anak, mengasihi,
disiplin yang tidak konsisten, melemahkan, menolak perasaan anak dan
persaingan. Tentu saja suasana keluarga yang berbeda mi dapat memberikan dampak
yang berbeda pula kepada anak. Orang tua yang menghargai anak misalnya, maka si
anak akan tumbuh menjadi anak yang hertanggungjawab atau orang tua yang
menciptakan suasana keluarga yang penuh kepercayaan kepada anak, niaka akan
tumbuh menjadi anak yang percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah. Sebaliknva
orang tua yang merasa kasihan kepada anaknya, maka si anak akan tumbuh menjadi
manusia yang selalu merasa kasihan terhadap dirinva sendiri atau jika orang tua
terlalu memanjakan anak maka akan menjadi anak yang tidak bertanggungjawab.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah latar belakang pada sampel
kasus tersebut?
2. Apa saja identifikasinya kasus pada sampel tersebut?
3. Bagaimana Prognosis yang bisa diberikan untuk menangani sampel kasus
tersebut ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengerti latar belakang kasus yang terjadi pada sampel secara
keseluruhan.
2. Mengetahui apa saja identifikasi yang bisa dilihat pada sampel kasus.
3. Mengetahui apa saja prognosis yang bisa dilakukan untuk menangani kasus
pada sampel .
D.
Manfaat.
Dengan mempelajari konseling
traumatik kita dapat membantu individu yang bermasalah,yang kaitannya dengan pengalaman traumatiknya. Melalui
tahapan-tahapan yang sesuai untuk menangani individu tersebut dimulai dari
merumuskan latar belakang munculnya permasalahan trauma, indentifikasi
gejala-gejala yang nampak pada individu yang bisa diamati, dan prognosis yang
bisa diberikan untuk menangani permasalahan traumatik pada individu tersebut.
Setelah melalui tahapan-tahapan tersebut kami berharap dapat memberikan bantuan
yang tepat untuk menangani individu yang mengalami trauma sehingga pengalaman
trauma yang dihadapi tidak sampai menghambat proses perkembangan individu
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Konseling Traumatik
pada Anak
Tidak ada cara yang paling benar untuk membimbing
seorang anak Namun secara umum. orang tua harus konsisten dalam melakukan untuk
membimbing dan mengendalikan perilaku anak adalah berusaha untuk memecahkan
masalah secara kreatif. yaitu dengan memberikan alasan kepada anak, diharuskan
atau tidak diperbolehkan melakukan suatu tidakan. dengan memberikan nasehat,
berusaha memahami tingkah laku yang tidak benar yang di lakukan anak.
mengurangi rasa takut anak. Membentuk keberanian, menanamkan sikap mandiri
kepada anak. mempunyai rasa percaya diri dalam memelihara anak. membantu
berpikir positif. mengembangkan kemampuan khusus. mengawasi anak dalam mencoba
sesuatu. dan melatih anak menerima kegagalan.
Kehidupan keluarga yang serasi dan harmonis itulah
yang sangat mendukung perkembangan anak yang baik. Namun suatu kejadian yang
tidak diharapkan terjadi bisa menimbulkan pengaruh buruk pada anak-anak. Contoh
yang sangat jelas adalah bila kedua orang tua mempunyai masalah di dalam
hubungan perkawinan mereka. sehingga anak akan mengalami tekanan, tekanan dalam
hidupnya atau suatu bentuk ketidakpuasan dalam dirinya. Yang pada akhirva
melakukan tindakan atau perilaku destruktif sebagai rasa ketidakpuasan dalam
dirinya akibat dari hubungan orang tuanya yang mengalami perceraian.
Perceraian sangat besar pengaruhnya dalam
perkembangan jiwa anak yang sedang rnembutuhkan kasih sayang dan perhatian dan
membuat ketidakstabilan emosi anak. karena dalam hal inipun orang tua tidak
sempat untuk memberikan perhatian. kasih sayang yang didambakan anak. karena
sibuk dengan permasalahan yang membuat waktunya. tenaga serta pikirannya
tersita memikirkan hal tcrsebut. Hal inilah yang akan membawa anak pada
perilaku destruktif yang melanggar norma dan aturan dalam masyarakat dan hal
inipun akan menjadi masalah besar bagi orang tua.
Perilaku destruktif merupakan tingkah laku yang
dianggap sebagai tidak cocok. melanggar norma dan adat istiadat. atau tidak
terintegrasi dengan tingkah laku umum atau penyimpangan tingkah laku atau
perilaku destruktif atau patologis (Kartini Kartono. 1999. 2)
Senada dengan Kartini Kartono. Sumadi Suryabrata
(1998) memandang Perilaku destruktif merupakan tingkah laku atau reaksi
organisme sebagat keseluruhan terhadap perangsang dari luar yang menyimpang.
Reaksi tersebut terdiri dari gerakan—gerakan dan perubahan jasmani tertentu,
Jadi dapat diamati secara obvektif.
B. Latar
Belakang Kasus
Seorang anak
bernama Sophi, kelas VII disebuah SMP swasta menunjukkan gejala-gejala selalu
gemetar jika ada yang berbicara terlalu keras, meski itu bukan berbicara
kepadanya. Bahkan jika ada seseorang yang tidak sengaja membentaknya, Sophi
gemetar dan berkeringat dingin. Sudah 4 tahun ini Sophi mengalami hal itu.
Kejadian ini
berawal ketika orang tua Sophi masih bersama, saat orang tuanya menjelang
perceraian orang tua Sophi jadi uring-uringan dan sering memarahi Sophi,
padahal selama ini Sophi termasuk anak yang dimanja dan disayang, jadi hal yang
kasar termasuk barang baru bagi Sophi. Sebulan setelah perceraian, Sophi
berubah, dari anak yang manja dan ceria menjadi anak yang murung dan mudah
kaget, bahkan waktu ada orang yang berteriak ke arahnya, dia menangis dan
gemetar. Dengan ayah dan ibunyanya sekarang dia takut sekali, oleh karena itu
Sophi sekarang tinggal dengan neneknya.
C.
Identifikasi
Dari
pengalaman traumatik yang telah dijelaskan pada latar belakang kasus, dapat
diketahui bahwa gejala yang nampak pada Sophi adalah :
·
Sophi mudah takut saat mendengar
teriakan
·
Sophi gemetar dan menangis jika ada
yang membentaknya atau memarahinya
·
Sering menyendiri di kamar dan
mengunci pintu
·
Menangis histeris saat ayah maupun
ibunya menjenguknya
·
Menutup diri dan selalu membawa boneka
Teddy Bear kemana-mana
D.
Prognosis
Dari
identifikasi gejala yang dialami Sophi, maka dapat diambil langkah-langkah
penanganan yang dapat dilakukan seperti berikut :
·
Di sekolah, baik guru mata pelajaran
maupun konselor harus memperlakukan Sophi secara halus, misalnya jika Sophi
melakukan kesalahan, guru menasihati Sophi dengan kata-kata yang tidak terkesan
memarahi
·
Dalam membimbing Sophi guru banyak
memberikan penguatan-penguatan positif kepada Sophi untuk membangun kepercayaan
diri Sophi lagi.
·
Guru pembimbing membantu Sophi agar
bisa menerima segala kekurangan maupun kelebihan yang ada pada diri sendiri
secara positif.
·
Guru Pembimbing memberikan layanan
bimbingan konseling dengan metode permainan yang diharapkan dapat membuat Sophi
kembali ceria
·
Sophi diajak untuk membentuk
kelompok-kelompok belajar agar tidak selalu menyendiri
·
Sophi diikutsertakan dalam study
tour/rekreasi yang diadakan oleh sekolah, sehingga Sophi belajar berinteraksi
dengan teman-teman dan gurunya.
·
Guru pembimbing melalukan Home visit
yang bertujuan mengkomunikasikan keadaan Sophi yang sebenarnya kepada orangtua,
sehingga orangtua dapat mengerti keadaan Sophi dan berusaha membangun hubungan
yang baik dengan anaknya.
E.
Komentar
Banyaknya kasus perceraian di kalangan keluarga ini,
karena tidak adanya komunikasi dan kontrol antara anggota keluarga mereka.
Setiap orang dapat tcrpengaruh oleh perilaku lingkungan keluarganya. Lingkungan
keluarga yang baik adalah bilamana dapat mengawasi. Mengoreksi, dan mcmperbaiki
berbagai bentuk penyimpangan anggota keluarganya. Misalnya, anak yatim yang
hidup tidak seperti anak kebanyakan, akan memiliki kebebasan berbuat
berdasarkan pengalamannya. Apabila kelak dia berkeluarga. dia akan bebas
mengambil keputusan, termasuk didalamnya memutuskan cerai. Dia merasa tidak ada
yang mengawasi dirinya sebagaimana ketika masih sendiri, tanpa orang tua,
dimana segala keputusannya dianggap tidak akan mengakibatkan perpecahan maupun
pengusiran bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Hetherington mengadakan penelitian terhadap
anak-anak berusia 4 tahun pada saat kedua orang tuanya bercerai. Peneliti itu
ingin mcnyelidiki apakah kasus perceraian itu akan membawa pengaruh bagi anak
usia di bawah 4 tahun dan di atas 4 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa kasus
perceraian itu akan membawa trauma pada setiap tingkat usia anak, meski kadar
berbeda. Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru
ini memperlihatkan cara penyelesaian berbeda. Kelompok anak yang belum berusia
sekolah pada kasus saat ini terjadi, ada kecenderungan untuk mempersalahkan
diri bila ia menghadapi masalah dalam hidupnva. Ia menangisi dirinya. Umumnva
anak usia kecil itu sering tidak betah, tidak menerima cara hidup yang baru. Ia
tidak akrab dengan orang tuanya, anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu
ingin mencari ketenangan. Kelompok anak yang sudah menginjak usia besar pada
saat terjadinya kasus perceraian memberi reaksi lain.
Kelompok anak ini tidak lagi menyalahkan diri sendiri,
tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi keluarga dan
merasa cemas karena ditinggalkan salah satu orang tuanya. Dan jika perceraian
dalam keluarga itu terjadi saat anak menginjak usia remaja, mereka mencari ketenangan,
entah di tetangga, sahabat atau teman sekolah.
Kasus perceraian membawa akibat yang sangat mendalam,
menimbulkan ketidakstabilan emosi, mengalami rasa cemas, rasa tertekan, sering
marah-marah dan tercipta perasaan yang tidak menentu.Kasus perceraian juga
dapat menghambat perkembangan anak, terganggunya pergaulan dengan teman sebaya,
anak berkembang tidak stabil terutama ketika bergaul dengan teman-temannva,
kurang imajinatif dan daya kreatif kurang.
Menurut kelompok kami layanan yang
tepat diberikan adalah layanan konseling individual dan bimbingan kelompok. Dengan layanan konseling individual, bertujuan memberikan
pemahaman kepada Sophi tentang pentingnya membangun kepercayaan diri. . Yaitu dengan membantu: mengenal diri sendiri
dan lingkungannya sebagaimana adanya, menerima diri sendiri dan lingkungannya
secara positif, mengambil keputusan, mengarahkan diri sendiri dan mewujudkan diri sendiri.
Sedangkan pemberian batuan melalui
layanan bimbingan kelompok yaitu mengelompokkan Sophi kedalam kelompok-kelompok
belajar tertentu (Agar Sophi dapat belajar dalam suasana kebersamaan dengan
teman-temannya), dalam kelompok tersebut diharapkan Sophi dapat ikut berperan
serta untuk bisa menyampaikan ide dan pedapatnya dalam suasana yang santai dan menyenangkan.
Dinamika kelompok tersebut dirancang
untuk memberikan kenyamanan bagi setiap anggota kelompok untuk bisa
berinteraksi secara bebas tanpa ada rasa tertekan. Dalam pelaksanaan kelompok belajar tersebut
menggunakan metode permainan, sehingga suasana yang terbangun sangat kondusif
untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi setiap anggotanya. Dengan
metode tersebut Sophi akan belajar memahami diri dan lingkungannya, sehingga
Sophi dapat mengaktualisakan potensi dirinya dalam kelompok tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Perceraian sangat besar pengaruhnya
dalam perkembangan jiwa anak yang sedang rnembutuhkan kasih sayang dan
perhatian. Perceraian juga membuat
ketidakstabilan emosi pada anak. Anak yang berada dalam keluarga yang tidak
harmonis apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat bisa mengalami
berbagai macam permasalahan. Seperti yang dialami Sophi dalam sampel kasus yang
kami teliti. Disini Sophi mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dalam
hidupnya, dimana dia menjadi imbas dari ketidakharmonisan orangtuanya,
pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan tersebut terakumulasi secara terus
menerus tanpa mendapat penanganan sehingga menyebabkan trauma yang mendalam.
Akibatnya Sophi mulai menarik diri dari lingkungan pergaulannya dan menunjukkan
gejala-gejala trauma seperti yang telah dijelaskan diatas, Dengan mengetahui
gejala-gejala tersebut, guru pembimbing mengambil langkah penanganan yang
sesuai untuk kasus Sophi. Setelah melakukan prognosis guru pembimbing mengambil
langkah untuk memberikan layanan bantuan yang tepat untuk menangani kasus
Sophi. Dengan penanganan yang sesuai diharapkan Sophi dapat mengatasi
permasalahan traumatiknya sehingga tidak menghambat proses perkembangannya
dalam mengaktualisasi segala potensi yang dimiliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar