BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah
dari "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene.
Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche
dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah
mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan
statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo &Latipun,2001:21).
Kesehatan
mental adalah terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,dengan orang
lain maupun dengan masayarakat dimana seseorang itu berada dan bisa
mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada seoptimal
mungkin untuk mewujudkan suatu keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang
terjadi,dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri.
Berpijak
pada pengertian diatas, kita akan belajar memahami mana saja tempat-tempat yang
membutuhkan layanan kesehatan mental. Agar setiap individu menjadi manusia yang
sehat mentalnya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian kesehatan mental?
2.
Apasajakah yang termasuk mental yang tidak sehat?
3.
Apasajakah yang termasuk mental yang sehat?
4.
Dimana sajakah tempat yang membutuhkan kesehatan mental?
C. Tujuan
1. Memahami tentang pengertian tentang kesehatan mental
2. Mengetahui semua tentang mental yang tidak sehat
3. Mengetahui semua tentang mental yang sehat
4. Dapat menyebutkan tempat yang membutuhkan kesehatan
mental
D. Manfaat
Dengan
mempelajari segala sesuatu tentang kesehatan mental, diharapkan kita tidak
hanya memahami tentang pengertian kesehatan mental, tetapi juga mengetahui
semua tentang mental yang tidak sehat dan mental yang sehat. Sehingga mampu
menganalisis tempat-tempat yang membutuhkan layanan kesehatan mental.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tentang Kesehatan Mental
Zakiah
Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan
beberapa pengertian :
1. Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan
jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa(psychose).
2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain;
serta terhindar dari gangguan - gangguan dan penyakit jiwa.
4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh
antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi
problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian
dan kemampuan dirinya.
Mental
hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat
prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur
psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya kerusakan mental atau mallajudjusment.
Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan
menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan
sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif
dan mengambil keputusan.
B. Mental yang Tidak Sehat
Sebelum
membahas ciri-ciri atau karakteristik mental yang sehat, akan dibahas terlebih
dahulu ciri-ciri mental yang tidak sehat yaitu sebagai berikut :
a) Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
Perasaan
tidak nyaman ini sering dimiliki biasanya berhubungan dengan orang yang tidak
bisa beradaptasi dengan lingkungan, sehingga selalu timbul perasaan tidak
nyaman baik terhadap lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
b) Perasaan tidak aman (insecurity)
Perasaan
ini cenderung terlalu was-was yang berlebihan, merasa selalu terancam dimanapun
tempat dan tidak mau mempercayai orang lain, baginya semua orang atau
lingkungan adalah ancaman baginya.
c) Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
Perasaan
minder yang berlebihan merupakan salah satu ciri-ciri mental yang tidak sehat.
d) Kurang memahami diri (self-understanding)
Setiap
orang harus mampu mengerti dan memahami dirinya sendiri agar mampu “membawa
dirinya” sesuai dengan kemampuannya, jika kita sendiri tidak memahami diri,
maka kita termasuk orang yang tidak sehat mentalnya
e) Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
Perasaan
ini adalah selalu merasa kurang terhadap kemampuan orang lain, baginya semua
orang tidak mampu menyamai seperti yang dia inginkan.
f)
Ketidakmatangan
emosi
Kematangan
emosi menyangkut kemampuan kita untuk mengelola emosi maupun mengelola konflik.
Orang yang emosinya terlalu meledak-ledak juga termasuk salah satu ciri
ketidaksehatan mentalnya.
g) Kepribadiannya terganggu
Pengertian
kepribadian menurut Whiterington adalah kepribadian sebagai keseluruhan
tingkahlaku yang di integrasikan sebagaimana yang tampak pada orang lain, kepribadian
bukan mutlak pembawaan tetapi lebih pada perilaku yang dibangun dalam kurun
waktu yang lama melalui proses sesuai dengan lingkungan dan budaya. Jika
seseorang selalu cenderung melindungi egonya maka dalam berperilaku selalu
menimbulkan hal-hal yang baik-baik saja agar dianggap baik atau selalu
menimbulkan hal-hal yang buruk untuk menutupi kelemahannya, maka seseorang
tersebut termasuk orang yang tidak sehat mentalnya.
h) Mengalami patologi dalam struktur sistem
syaraf(thorpe, dalam schneiders, 1964;61).
C. Mental yang Sehat
Individu yang memiliki
mental yang sehat selalu menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap
situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi
dirinya dan atau orang lain. Dia memiliki prinsip bahwa tidak mengorbankan hak
orang lain demi kepentingan dirinya sehingga segala aktivitasnya di tujukan
untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi
yang sehat mentalnya (Syamsu Yusuf LN ; 1987)dijelaskan pada tabel
sebagai berikut :
ASPEK
PRIBADI
|
KARAKTERISTIK
|
Fisik
|
Perkembangannya
normal.
Berfungsi untuk
melakukan tugas-tugasnya.
Sehat, tidak
sakit-sakitan.
|
Psikis
|
Respek
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki
Insight dan rasa humor.
Memiliki
respons emosional yang wajar.
Mampu
berpikir realistik dan objektif.
Terhindar
dari gangguan-gangguan psikologis.
Bersifat
kreatif dan inovatif.
Bersifat
terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
Memiliki
perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak.
|
Sosial
|
Memiliki perasaan
empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk
memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap
alturis).
Mampu berhubungan
dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.
Bersifat toleran dan
mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik,
agama, suku, ras, atau warna kulit.
|
Moral-Religius
|
Beriman kepada Allah,
dan taat mengamalkan ajaran-Nya.
Jujur, amanah
(bertanggung jawab), dan ikhlas dalam beramal.
|
D. Tempat yang Membutuhkan Kesehatan Mental
Menarik dari pengertian kesehatan mental, cici-ciri mental yang
sehat dan mental yang tidak sehat maka pembahasan akan berlanjut kepada tempat
yang membutuhkan kesehatan mental. Tempat yang membutuhkan kesehatan mental
dibagi menjadi 2, yaitu Lingkungan Primer dan Lingkungan Sekunder.
a.
Lingkungan
Primer
Lingkungan yang paling awal dikenal dan terdekat oleh anak adalah
adalah lingkungan primer. Lingkungan primer merupakan lingkungan keluarga di
dalamnya terjadi interaksi yang inten dengan orang tua. Orang tua secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi setiap terbentuknya perilaku dasar
pada anak. Anak cenderung melakukan copying terhadap hal-hal yang terjadi
disekitarnya, maka orang tua merupakan pihak yang sangat bertanggung jawab
terhadap arah perkembangan anak.
Lingkungan primer menurut W.Stren adalahKeluarga, keluarga
merupakantempat pertama anak memperoleh pendidikan dan contah – contoh
perkembangan pribadi anak berasal dari hereditas dan lingkungan sosial. Kartini
Kartonomengatakan bahwa kekeliruan perbuatan orang tua (salah asuh, ucapan,
tindakan orangtua) menjadi sumber tindak asusila, gangguan mental dan konflik
batin pada anak.
b.
Lingkungan
Sekunder
ð Lingkungan Sekolah
Lingkungan kedua adalah lingkungan sekunder, lingkungan ini
merupakan lingkungan sekolah. Di lingkungan ini anak tidak hanya belajar pada
tataran akademik tapi anak juga akan turut belajar bagaimana untuk melakukan
sosialisasi terhadap orang-orang sekitarnya, terlebih dengan sebayanya. Pada
lingkungan ini anak juga akan terpengaruh pada dinamisasi di dalamnya. Seperti
pada lingkungan primer, lingkungan sekunder mempunyai peranan penting dalam
mengawal masa transisi anak.
Kesadaran dan pemahaman terhadap kesehatan mental di lingkungan
sekolah pada umumnya kerap luput. Perlu perhatian serius dari segenap pihak
khususnya pada guru pembimbing atau konselor juga tak lepas dari peranan kepala
sekolah, guru mata pelajaran, maupun staf kantor. Kurangnya perhatian terhadap
masalah kesehatan mental peserta didik tak jarang berakibat pada timbulnya tindakan
penyimpangan dalam berbagai bentuk.
Manifestasi dari berbagai gejala gangguan kesehatan mental yang
dialami peserta didik ini pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian kognitif
akademik siswa berupa prestasi belajar dan berpengaruh terhadap perkembangan
psikis yang tidak optimal pada siswa. Pengaruh pada prestasi belajar umumnya
ditandai dengan menurunya daya tangkap materi yang diajarkan, ketidakmampuan
dalam menyelesaikan tugas maupun ujian yang berakibat pada jatuhnya hasil
belajar yang ditandai dengan nilai-nilai yang tidak memenuhi standar. Sedangkan
pada perkembangan psikis, hal ini terkait pada masalah kenakalan remaja berupa
tingkah laku agresif, pergaulan bebas, tindak asusila dan sebagainya;
kedisiplinan berupa menyontek, acuh terhadap tata tertib, ketidakrapian dalam
berpakaian dsb.
Dari uraian singkat diatas secara umum kita mampu memahami
kesehatan mental di lingkungan sekolah. Maka beberapa hal yang dapat diupayakan
untuk menerapkan prinsip kesehatan mental di lingkungan sekolah Dr. Muh
Surya (1985) mengungkapkan beberapa saran diantaranya:
1.
Menciptakan
situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah (at home) bagi anak didik,
baik secara sosial, fisik, maupun akademis.
2.
Menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan bagi anak.
3.
Usaha pemahaman
anak didik secara menyeluruh baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh
aspek pribadinya.
4.
Menggunakan
metode dan alat belajar yang dapat memotivasi belajar.
5.
Ruangan kelas
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
6.
Menggunakan
prosedur evaluasi yang dapat membesarkan motivasi belajar.
7.
Menciptakan
situasi sosial yang baik dan membantu perkembangan pribadi anak.
8.
Peraturan/tata
tertib yang jelas dan difahami oleh murid.
9.
Penyesuaian
program pendidikan dengan kebutuhan dan pribadi anak.
10.
Teladan dari
para guru dalam segala segi pendidikan.
11.
Kerjasama dan
saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di
sekolah.
12.
Pelaksanaan
program bimbingan dan penyuluhan (konseling) yang sebaik baiknya.
13.
Situasi
kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid
maupun pada guru.
14.
Hubungan yang
erat dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua murid dan masyarakat.
15.
Kerjasama yang
baik dengan berbagai instansi yang berhubungan dengan masalah kesehatan.
16.
Pelaksanaan UKS
(usaha kesehatan sekolah) termasuk usaha kesehatan mental.
17.
Penyediaan
fasilitas belajar yang memadai.
Pendekatan yang digunakan pada peserta didik bukan lagi bersifat
kuratif penyembuhan dimana tindakan muncul ketika siswa baru mengalami masalah
tetapi lebih diarahkan pada perkembangan (developmental approach). Hal
ini bersifat edukatif pengembangan dan outreach (Nurihsan : 2009)
Oleh karena itu, maka dibutuhkan layanan yang bersifat komprehensif
dari tiap-tiap komponen sekolah. Konselor dituntut mampu memberikan layanan
konseling serta mampu meyampaikan bimbingan dengan baik. Selain itu juga
dituntut untuk dapat bersinergi dengan guru mata pelajaran, kepala sekolah, dan
warga sekolah yang lain juga ketersediaan fasilitas yang mendukung guna
terciptanya kesehatan mental di lingkungan sekolah.
ð Lingkungan Kerja
Ada hubungan erat antara kesehatan kerja dan keselamatan kerja, ada
alasan juga untuk membedakan dua masalah itu. Keselamatan kerja bisa terwujud
bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja adalah aman, kalau bebas dari
risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan
mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi
sehat.Tempat kerja bisa dianggap sehat, kalau bebas dari risiko terjadinya
gangguan kesehatan atau penyakit (occupational diseases) sebagai akibat
kondisi kurang baik di tempat kerja.
Beberapa hal yang terjadi di lingkungan kerja yang menimbulkan
gangguan mental adalah tuntutan pekerjaan, rekan yang kurang kondusif, iklim
pekerjaan.
ð Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sebagai tempat interaksi terdekat setelah lingkunga
keluarga memiliki peran penting untuk menjadikan individu sehat mental atau
tidak. Masyarakat memiliki pengaruh dalam membentuk pola pikir dan cara pandang
diri sendiri atau orang lain. Beberapa hal yang terjadi di lingkungan
masyarakat yang menimbulkan gangguan mental adalah penerimaan sosial masyarakat
terhadap diri, Iklim pergaulan, dan cara berfikir masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Kesehatan
mental adalah terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,dengan orang lain maupun
dengan masayarakat dimana seseorang itu berada dan bisa mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada seoptimal mungkin
untuk mewujudkan suatu keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang
terjadi,dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri.
Individu yang memiliki mental yang sehat selalu menampilkan perilaku atau
respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan
dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain.
Tempat yang membutuhkan kesehatan mental dibagi menjadi 2, yaitu
Lingkungan Primer dan Lingkungan Sekunder. Lingkungan yang paling awal dikenal
dan terdekat oleh anak adalah adalah lingkungan primer. Lingkungan primer
merupakan lingkungan keluarga di dalamnya terjadi interaksi yang inten dengan
orang tua. Lingkungan kedua adalah lingkungan sekunder, lingkungan ini
merupakan lingkungan sekolah. Di lingkungan ini anak tidak hanya belajar pada
tataran akademik tapi anak juga akan turut belajar bagaimana untuk melakukan
sosialisasi terhadap orang-orang sekitarnya, terlebih dengan sebayanya
DAFTAR RUJUKAN
Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
.dan semua sumber yang berada pada blogspot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar