Senin, 30 April 2012

Galauers-Puisi Patah Hati

kala aku sadar kalau aku telah hancur saat masuk dalam jurang ini....
diriku sudah tak mampu lagi untuk menyelamatkan diri.
bahkan segenggam harapanku yang dulu menjadi penopang dalam langkahku juga sudah tak dapat ku pertahankan.
Kenapa hujan terus saja menghujam bumi? mengapa petir hancurkan pelangi? hingga merubah senyum menjadi hitam.
semua tak dapat ku sentuh........
hatimu
jiwamu
nalurimu
mimpimu
bahkan detak nadimu tak dapat aku rasakan
aku tak dapat seperti dewi-dewi yang ada disekelilingmu
aku tak dapat memperlakukanmu selembut dewi awan
aku tak bisa memperhatikanmu layaknya Dewi Aphrodite Sang penanam cinta.
namun aku hanya seorang manusia yang memuja penguasa bumi dan surga
dan Dia telah memberiku satu hati untuk sebuah rasa yang ternyata malah menghentikan nafasku.
sebuah rasa yang membuat air mataku tak dapat ku bendung.
haruskah aku mendendam padamu?
haruskah aku mengangkat belati ini tinggi-tinggi dan mencarimu?
atau aku mencari tawanan cinta lain untuk pelampiasan semua yang telah kau lakukan padaku?
maka jangan salahkan api kecil bila nanti ia membumi hanguskan segala yang ingin padamkannya tepat didepanmu.
dan jangan salahkan putihnya salju jika suatu saat dia akan mencair dan menghanyutkan apa yang hidup dan menyerahkan bangkainya dihadapanmu.....

Love Is You

Yang Kau Mau Katakanlah.......

.................apakah kau marah padaku
karena kau merasa bahwa aku telah mencabut bunga yang ingin kau tanam dalam tamanmu??
hingga jika aku hinggap di jendelamu kau begitu malas untuk menatapku dan menganggapku tak ada...............aku tak pernah tau jika kau menginginkan bunga itu....telah lama ku pendam dan sekarang aku ingin katakan padamu....................
jauh sebelum aku datang,,,,
jauh sebelum aku mulai merawat bunga itu.......................
bunga itu ada dalam genggaman orang lain................
saat genggaman itu tiba-tiba melemah dan bunga itu jatuh ditanah,,,,,,
dia memanggilku dan memintaku untuk merawatnya......
aku mulai merawatnya sepenuh hatiku,,,darinya aku tau semua hal,,, tentang dirimu,,tentang yang lain,,,,
bukan aku merebutnya.......
sekarang, apa yang kau mau wahai kupu2 indah di telaga permai???
maafkan aku......dan tersenyumlah padaku :) karena kita menghuni telaga luas yang sama,,,alangkah indahnya jika kita dapat tertawa dan tersenyum bersama :) merenda hari dan menuju impian di langit luas yang sama...aku yakin lembah-lembah indah telah menyimpan bunga-bunga indah untukmu :) GBU :)

Hari Ibu VS Hari Kasih sayang

Tema : Memaknai Peringatan Hari ibu
Judul : Hari Ibu VS Hari Kasih sayang

Sepenggal syair lagu.............

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, Lewati rintang untuk aku anakmu, Ibuku sayang masih terus berjalan, Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah.............Seperti udara... kasih yang engkau berikan, Tak mampu ku membalas...ibu...ibu (Iwan Fals – Ibu)

Sebuah syair yang ringan, mudah dipahami dan menyentuh,,,tentang perjuangan seorang Ibu yang rela melakukan apapun demi anaknya. Bukan sekedar kata, Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan kita, dimana kita pernah hidup dan dijaga dalam rahim seorang ibu. Itulah mengapa terjadi ikatan yang kuat antara seorang anak dan ibunya.
22 Desember,,,mungkin tak semencolok peringatan 14 Februari (bagi kebanyakan orang), pada 14 Februari, semua berlomba-lomba memberikan yang terbaik, bunga, coklat, dan sebagainya untuk orang yang terkasih (pacar/pasangan). Tapi dalam 22 Desember ini? Apa yang kebanyakan orang lakukan?
Kasih sayang ibu tak pernah terbayarkan dengan apapun. Saat kita menangis ibu dengan kasihnya memangku kita. Saat kita mengompol bahkan buang airpun, ibu dengan sabar membersihkan kita, agar kita merasa nyaman. Tapi saat ini, saat masyarakat terbuai dengan hidup modern, ada tempat yang membuat seorang ibu merasa jauh dari anaknya, “Panti Jompo”. Dengan alasan sibuk, tidak ada waktu, tidak mampu mengurus, banyak ibu yang harus berada di dalam Panti Jompo. Bukan anaknya yang ia besarkan yang merawatnya, tetapi orang lain yang sama sekali tidak ada hubungan darah.
Saat pacar meminta ditemani berbelanja, pasti dengan sigapnya kita meng”iya”kan, saat Ibu kita meminta kita menemani belanja, “Males Buk, Malu dilihat teman-teman...nanti dikira anak mama.” Memangnya kenapa jika kita dianggap anak mama? Bukankah memang kita adalah anak mama? Jika kita putus dengan pacar, suatu saat pasti ada penggantinya. Tetapi, apakah Ibu bisa tergantikan?
Belum terlambat mengucapkan cinta pada sosok Ibu kita masing-masing. Sekedar mengucapkan terimakasih karena kita telah terlahir dan menjadi sosok seperti sekarang. Jadikan tanggal 22 Desember bukan hanya ceremonial belaka, ungkapkan terimakasih kita kepada ibu atas kasih sayangnya selama ini, peluk dan cium beliau serta meminta maaf lah atas apa yang telah kita lakukan. Ingatlah bahwa surga ditelapak kaki Ibu.

Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu, Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu, Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku, Dengan apa membalas...ibu...ibu.... (Iwan Fals – Ibu)

INGIN NASKAHNYA TERBIT?

Apabila Anda ingin menerbitkan naskah Anda, silakan kirimkan naskah tersebut ke alamat di
PT Gramedia Pustaka Utama
Gedung Kompas Gramedia Lantai 5
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270


Cantumkan jenis naskah Anda di sudut kiri atas. Fiksi/Nonfiksi. Remaja/Dewasa. Dll. Untuk memudahkan proses seleksi/pengkategorian.

Naskah yang dikirimkan harus dalam bentuk print out, lengkap (tidak hanya cuplikan naskah).Sertakan pula sinopsis cerita.

Tebal naskah untuk novel 100-200 halaman. (Bisa lebih asal jangan berlebihan)

Untuk buku anak, lengkapi dengan contoh ilustrasi. Konsep cerita (terutama untuk buku berseri).

Jenis kertas yang digunakan bebas, asal mudah dan enak dibaca. Ukuran font 12pt, dan spasi 1,5. Tema naskah juga bebas, selama tidak menyinggung SARA dan vulgar.

Sertakan bersama naskah Anda, data diri singkat.

Naskah sebaiknya sudah dijilid, agar tidak tercecer selama dibaca oleh tim editor kami.

Setelah masuk ke meja redaksi, naskah akan dibaca oleh tim editor selama minimal 4-5 bulan. Naskah yang belum bisa kami terbitkan, akan kami kembalikan.

Untuk keterangan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi 53650110 ext. 3511/3512 (redaksi fiksi/nonfiksi).
Atau via e-mail: fiksi@gramediapublishers.com atau nonfiksi@gramediapublishers.com

NB.: PIHAK GRAMEDIA PUSTAKA tidak memungut bayaran apapun kepada penulis yang ingin menerbitkan naskahnya.



=> INFO DARI GRAMEDIA PUSTAKA

POLA-POLA PENYESUAIAN DIRI DAN MEKANISME PERTAHANAN DIRI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu kesehatan mental berkembang secara luas di negara-negara yang telah maju terutama dalam tahun-tahun belakangan ini, bahkan sudah sampai mencari jalan pencegahan supaya orang jangan mengalami gangguan mental(taraf preventif). Di negara kita rupanya ilmu kesehatan mental belum begitu dikenal secara luas, dan walaupun kadang-kadang dipakai istilah “kesehatan mental”, namun artinya sangat kabur.
Tema pokok yang menjadi objek penyelidikan ilmu kesehatan mental adalah penyesuaian diri dan kesehatan mental. Apakah masalah kesehatan mental itu ada hubungannya dengan masalah penyesuaian diri? Akan diuraikan lebih lanjut hubungan antara kesehatan mental dan penyesuaian diri dalam bab ini, tetapi di sini hanya dikemukakan secara singkat bahwa kesehatan mental merupakan bagian yang penting dari penyesuaian diri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah mekanisme, macam-macam dan jenis-jenis dari koping itu?
2.      Apasajakah macam-macam Defense Mechanism?
3.      Bagaimanakah koping yang konstruktif?
4.      Apasajakah penggolongan mekanisme koping?
5.      Apasajakah faktor yang mempengaruhi strategi koping?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui mekanisme, macam-macam dan jenis-jenis dari koping
2.      Memahami macam-macam Defense Mechanism
3.      Memahami koping yang konstruktif
4.      Memahami penggolongan mekanisme koping
5.      Memahami faktor yang mempengaruhi strategi koping
D.    Manfaat
Dapat memahami segala bentuk pola-pola penyesuaian diri dan mekanisme pertahanan diri sehingga mampu meningkatkan diri kita dalam memahami klien khususnya saat melakukan aktivitas bimbingan dan konseling.



BAB II
POLA-POLA PENYESUAIAN DIRI DAN MEKANISME PERTAHANAN DIRI

Dalam latar belakang sudah disinggung tentang apakah masalah kesehatan mental itu ada hubungannya dengan masalah penyesuaian diri? Yang menjadi objek penyelidikan ilmu kesehatan mental adalah penyesuaian diri (adjustment) dan kesehatan mental (mental health). Penyesuaian diri adalah satu istilah yang mengandung banyak arti dan terkadang artinya berbeda-beda untuk orang yang berbeda-beda.Hal ini disebabkan karena penyesuaian diri itu rumit dan kualitasnya kadang-kadang baik dan kadang-kadang juga buruk. Kalau kualitas penyesuaian diri itu buruk, maka biasanya kita namakan ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment).
A.    Mekanisme Koping
Seorang ahli medis bernama ZJ Lipowski dalam penelitiannya memberikan definisi mekanisme coping: all cognitive and motor activities which a sick person employs to preserve his bodily and psychic integrity, to recover reversibly, impaired function and compensate to limit for any irreversible impairment. (Secara bebas bisa diterjemahkan: semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan). Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri cara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut.Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses menjaga keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis dimana manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan seimbang dapat tercapai.
Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.Mekanisme coping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor tersebut.
Efektivitas coping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stressor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme coping, yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru: perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.
Lipowski membagi coping menjadi: coping style dan coping strategy :
·         Coping style adalah mekanisme adaptasi individu yang meliputi aspek psikologis, kognitif, dan persepsi
·         Coping strategy merupakan coping yang dilakukan secara sadar dan terarah dalam mengatasi rasa sakit atau menghadapi stressor.
Apabila coping dilakukan secara efektif, stressor tidak lagi menimbulkan tekanan secara psikis, penyakit, atau rasa sakit, melainkan berubah menjadi stimulan yang memacu prestasi serta kondisi fisik dan mental yang baik.Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.

Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu :
·         Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres
·         Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau Aids.
B.     Macam-macam koping
a.      Koping psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada dua factor yaitu:
1.      Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
2.      Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu; artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
b.      Koping psiko-sosial
Yang biasa dilakukan individu dalam koping psiko-sosial adalah, menyerang, menarik diri dan kompromi.
1.      Prilaku menyerang
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahan integritas pribadinya. Prilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap sasaran atau objek dapat berupa benda, barang atau orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang.
Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.
2.      Prilaku menarik diri
Menarik diri adalah prilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.
3.      Kompromi
Kompromi adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang sihadapi, secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
C.     Jenis-Jenis Koping
Kaitan antara koping dengan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), ada ahli yang melihat defense mechanism sebagai salah satu jenis koping (Lazarus, 1976). Ahli lain melihat antara koping dan mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal yang berbeda. (Harber dan Runyon, 1984).
Lazarus membagi koping menjadi dua jenis yaitu:
1.      Tindakan langsung (direct Action)
Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan ole individu untuk mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan hubunngan yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami.
Ada 4 macam koping jenis tindakan langsung :
ü  Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka
Individu melakukan langkah aktif dan antisipatif (bereaksi) untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri secara langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya tersebut. Misalnya, dalam rangka menghadapi ujian, Tono lalu mempersiapkan diri dengan mulai belajar sedikit demi sedikit tiap-tiap mata kuliah yang diambilnya, sebulan sebelum ujian dimulai. Ini dia lakukan supaya prestasinya baik disbanding dengan semester sebelumnya, karena dia hanya mempersiapkan diri menjelang ujian saja.
Contoh dari koping jenis ini lainnya adalah imunisasi. Imunisasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang tua supaya anak mereka menjadi lebih kebal terhadap kemungkinan mengalami penyakit tertentu.
ü  Agresi
Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut. Misalnya, tindakan penggusuran yang dilakuakan oleh pemerintah Jakarta terhadap penduduk yang berada dipemukiman kumuh. Tindakan tersebut bias dilakukan karena pemerintah memilki kekuasaan yang lebih besar disbanding dengan penduduk setempat yang digusur.  Agresi juga sering dikatakan sebagai kemarahan yang meluap-luap, dan orang yang melalakukan serangan secara kasar, dengan jalan yang tidak wajar. Karena orang selalu gagal dalam usahanya, reaksinya sangat primitive, berupa kemarahan dan luapan emosi kemarahan dan luapan emosi kemarahan yang meledak-meledak. Kadang-kadang disertai prilaku kegilaan, tindak sadis, dan usaha membunuh orang.
Agresi ialah seseperti reaksi terhadap frustasi, berupa seranngan, tingkah laku bermusuhan terhadap orang atau benda.  Kemarahan-kemarahan semacam ini pasti menggangu frustasi intelegensi, sehingga harga diri orang yang bersangkutan jadi merosot disebabkan oleh tingkah lakunya yang agresif berlebih-lebihan tadi. Seperti tingkah laku yang suka mentolerir orang lain, berlaku sewenang-wenang dan sadis terhadap pihak-pihak yang lemah, dan lain-lain.
ü  Penghindaran (Avoidance)
Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi yang mengancam. Misalnya, penduduk yang melarikan diri dari rumah-rumah mereka karena takut akan menjadi korban pada daerah-daerah konflik seperti aceh.
ü  Apati
Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam tersebut. Misalnya, pada kerusuhan Mei. Orang-orang Cina yang menjadi korban umumnya tutup mulut, tidak melawan dan berlaku pasrah terhadap kejadian biadab yang menimpa mereka. Pola apati terjadi bila tindakan baik tindakan mempersiapkan diri menghadapi luka, agresi maupun advoidance sudah tidak memungkinkan lagi dan situasinya terjadi berulang-ulang. Dalam kasus diatas, orang-orang cina sering kali dan berulangkali menjadi korban ketika terjadi kerusuhan sehingga menimbilkan reaksi apati dikalangan mereka.
2.      Peredaan atau peringatan (palliation)
Jenis koping ini mengacu pada mengurangi, menghilangkan dan menoleransi tekanan-tekanan ketubuhan atau fisik, motorik atau gambaran afeksi dan tekanan emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah. Atau bisa diartikan bahwa bila individu menggunakan koping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya.
Ada 2 jenis koping peredaan atau palliation :
a.      Diarahkan pada gejala (Symptom Directid Modes)
Macam koping ini digunakan bila gangguan muncul dari diri individu, kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut. Penggunaan obat-obatan terlarang, narkotika, merokok, alcohol merupakan bentuk koping dengan cara diarahkan pada gejala. Namun tidak selamanya cara ini bersifat negative. Melakukan relaksasi, meditasi atau berdoa untuk mengatasi ketegangan juga tergolong kedalam symptom directed modes tetapt bersifat positif.
b.      Cara intra psikis
Koping jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan istilah Defense Mechanism (mekanisme pertahanan diri).  Disebut sebagai defence mechanism atau mekanisme pembelaan diri, karena individu yang bersangkutan selalu mencoba mengelak dan membela diri dari kelemahan atau kekerdilan sendiri dan mencoba mempertahankan harga dirinya: yaitu dengan jalan mengemukakan bermacam-macam dalih atau alasan.
D. Macam-macam Defense Mechanism
1.      Identifikasi
Yaitu menginternalisasi ciri-ciri yang dimilki oleh orang lain yang berkuasa dan dianggap mengancam. Identifikasi biasanya dilakukan oleh anak terhadap orang tua mereka.
Seorang yang mengalami frustasi dan kegagalan-kegagalan, biasanya tidak mau melihat kekurangan diri sendiri. Dia selalu berusaha (dalam dunia imajinasinya) menyamakan diri dengan seorang yang mencapai sukses. Dia berusaha mengidentifikasikan diri dengan bintang film misalnya, dengan seorang pahlawan perang, atau seorang professor yang cemelang. Semua ini bertujuan untuk memberikan kepuasan semu pada diri sendiri, dan didorong oleh ambisi untuk meningkatkan harga diri.
2.      Pengalihan
Yaitu memindahkan reaksi dari objek yang mengancam ke objek yang lain karena obyek yang asli tidak ada atau berbahaya bila diagresi secara langsung. Misalnya, seorang bawahan dimarahi oleh atasannya dikantor. Bawahannya tersebut kemudian memarahi istrinya dirumah karena tidak berani membantah atasannya. Istri kemudian memarahi anaknya. Ini merupakan contoh klasik dari displacement.
3.      Represi
Yaitu menghalangi impuls-implus yang ada atau tidak bias diterima sehingga impuls-impuls tersebut tidak dapat diekspresikan secara sadar atau lansung dalam tingkah laku. Misalnya, dorongan seksual karena dianggap tabu lalu ditekan begitu saja kedalam ketidaksadaran. Dorongan tersebut lalu muncul dalam bentuk mimpi.
Represi juga disebut sebagai tekanan untuk melupakan hal-hal, dan keinginan-keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorongan-doronngan yang tidak sesuai dengan hatinya. Proses itu terjadi tanpa disadari.Dalam represi, orang berusaha mengingkari kenyataan atau factor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan itu disadarinya.
4.      Denial
Yaitu melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada karena kenyataan yang ada dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan. Istri yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya secara mendadak, merasa suaminya masih hidup sehingga tiap sore dia masih membuatkan kopi untuk suaminya seprti biasanya, ini merupakan contoh dari denial. Fanatisme agama dengan menganggap agama atau kepercayaan lain merupakan sesuatu yang salah, sedangkan agama atau kepercayaan yang dijalani merupakan satu-satunya yang benar merupakan contoh lain mekanisme denial, karena sebenarnya individu yang fanatic tersebut merasa terancam dengan adanya keyakinan lain, yang berpotensi mengancam integritas keyakinannya sendiri.
5.      Reaksi Formasi
Yaitu dorongan yang mengancam diekspresikan dalam bentuk tingkah laku secara terbalik. Contoh klasik dari pertahanan diri jenis ini adalah orang yang sebenarnya mencintai, namun dalm tingkahlaku memunculkan tindakan yang seolah-olah membenci orang yag dicintai.
6.      Proyeksi
Yaitu mengatribusikan atau menerapkan dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain karena dorong-dorongan tersebut mengancam integritas. Misalnya, A mencintai B, namun karena cinta yang dirasakan itu mengancam harga dirinya, lalu A menyatakan bahwa B lah yang mencintainya. Proyeksi juga juga disubut sebagai usaha mensifatkan, melemparkan atau memproyeksikan sifat, fikiran dan harapan yang negative, juga kelemahan dan sikap sendiri yang keliru, kepada orang lain. Melemparkan kesalahan sendiri.  Inidividu yang bersangkutan tidak maau mengaku kesalahan, kenegatifan dan kelemahan sendiri, bahkan selalu memproyeksikan kehidupan yang negative tadi kepada orang lain. Sebagai contoh dalam hal ini adalah : seseorang sangat iri hati terhadap kekayaan dan sukses tetangganya. Tapi pada setiap orang ia selalu berkata, bahwa tetangganya itulah yang buruk hati, selalu cemburu dan iri hati terhadap dirinya.
7.      Rasionalisme atau intektualisasi
Yaitu dua gagasan yang berbeda dijaga supaya tetap terpisahkan karena bila bersama-sama akan mengancam. Misalnya semua orang sepakat bahwa kesejahteraan umat manusia hanya bias terjadi lewat cara-cara damai, namun tidak sedikit pula orang yang mengakui hal diatas, mendukung jalan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.
Rasionalisasi juga disebut dengan cara menolong diri sendirisecara tidak wajar atau teknik pembelaan diri dengan membuat sesuatu yang tidak rasional serta tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang rasional dan menyenangkan bagi diri sendiri.
Rasionalisasi juga dapat disebut sebagai proses pembenaran kelakuan sendiri, dengan menemukakan alas an yang masuk aal atau bisa diterima secara social, untuk menggantikan alasan yang sesungguhnya. (J.P. Chaplin, 1981).
Jika sesorang mengalami frustasi dan kegagalan, biasanya ia selalu mencari kesalahan dan sebab-musababnya pada orang lain, atau mencarinya pada keadaan diluar dirinya. Dia menganggap dirinya paling benar, dan orang lain atau kondisi dan situasi luar yang menjadi biang keladi dari kegagalannya. Dia tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri. Ia selalu berusaha membelai-belai harga dirinya. Semua pujian dari lur dan pembenaran diharapkan bias memuaskan perasaan sendiri, dan bias membelai-belai harga dirinya. Dia selalu menuntut agar segala perbuatan dan alasannya dibenarkan oleh fikiran atau akal orang lain. Karena itu perilakunya disebut sebagai rasionalisasi. Misalnya : seseorang yang gagal melaksanakan tugasnya akan berkata: “tugas itu terlalu berat bagi pribadi saya yang amat muda ini”. Atau dalih : “tugas semacam itu bagi saya tidak ada harganya, dan tidak masuk dalam bidang perhatian saya. Dan saya tidak ambil peduli, apakah tugas itu gagal atau berhasil.
8.      Sublimasi
Yaitu dorongan atau implus yang ditransfortasikan menjadi bentuk-bentuk yang diterima secara social sehingga dorongan atau impuls tersebut menjadi suatu yang benar-benar berbeda dari dorongan atau impuls aslinya. Contoh sublimasi adalah orang yang memilki dorongan seks yang kuat lalu menggunakan energy tersebut untuk menjadi sumber dari dorongan religiusnya, sehingga dia mengalami pengalaman mistik dan mampu bekerja bagi kemanusiaan, karena pada dasarnya religiusitas memilki persamaan atau kaitan dengan seksualitas yaitu dalam hal pengalaman penyatuan atau peleburan.
E.     Koping yang Konstruktif
Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa disadari dan bersifat membohongi diri sendiri terhadap realitayang ada didalam (dorongan atau inpuls atau nafsu). Defense mechanism bersifat menyaring realita yang ada sehingga individu yang bersangkutan tidak bias memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini membuat sebagian besar ahli meyatakan koping jenis defense mechanism merupakan koping yang tidak sehat (kecuali sublimmasi).
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bias mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruksif.
Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif (sehat), Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu :
1.      Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2.      Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak sematadidasari oleh pengaruh emosi.
3.      Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
4.      Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5.      Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
F.     Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu :
a.      Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
b.      Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.
G.    Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.
1.      Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar
2.      Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping
3.      Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
4.      Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.
5.      Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
6.      Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa disadari dan bersifat membohongi diri sendiri terhadap realitayang ada didalam. Defense mechanism bersifat menyaring realita yang ada sehingga individu yang bersangkutan tidak bias memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini membuat sebagian besar ahli meyatakan koping jenis defense mechanism merupakan koping yang tidak sehat (kecuali sublummasi).
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bias mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruksif.
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.



DAFTAR  RUJUKAN
 Atkinson Rita L. dan Hilgard E.R. (1999). Pengantar Psikologi.     
Kesehatan Mental 1 Oleh Drs.Yustinus Semiun, OFM
Dr. Kartini Kartono, Hygiene Mental, CV. Mandar Maju, bandung, 2000
Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995

TEMPAT-TEMPAT YANG MEMBUTUHKAN KESEHATAN MENTAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Istilah dari "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo &Latipun,2001:21).
Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,dengan orang lain maupun dengan masayarakat dimana seseorang itu berada dan bisa mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada seoptimal mungkin untuk mewujudkan suatu keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi,dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri.
Berpijak pada pengertian diatas, kita akan belajar memahami mana saja tempat-tempat yang membutuhkan layanan kesehatan mental. Agar setiap individu menjadi manusia yang sehat mentalnya.   

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kesehatan mental?
2.      Apasajakah yang termasuk mental yang tidak sehat?
3.      Apasajakah yang termasuk mental yang sehat?
4.      Dimana sajakah tempat yang membutuhkan kesehatan mental?


C.    Tujuan
1.      Memahami tentang pengertian tentang kesehatan mental
2.      Mengetahui semua tentang mental yang tidak sehat
3.      Mengetahui semua tentang mental yang sehat
4.      Dapat menyebutkan tempat yang membutuhkan kesehatan mental

D.    Manfaat
Dengan mempelajari segala sesuatu tentang kesehatan mental, diharapkan kita tidak hanya memahami tentang pengertian kesehatan mental, tetapi juga mengetahui semua tentang mental yang tidak sehat dan mental yang sehat. Sehingga mampu menganalisis tempat-tempat yang membutuhkan layanan kesehatan mental.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tentang Kesehatan Mental
Zakiah Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian :
1.      Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa(psychose).
2.      Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
3.      Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan - gangguan dan penyakit jiwa.
4.      Terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya.
Mental hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya kerusakan mental atau mallajudjusment. Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan.

B.     Mental yang Tidak Sehat
Sebelum membahas ciri-ciri atau karakteristik mental yang sehat, akan dibahas terlebih dahulu ciri-ciri mental yang tidak sehat yaitu sebagai berikut :
a)      Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
Perasaan tidak nyaman ini sering dimiliki biasanya berhubungan dengan orang yang tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan, sehingga selalu timbul perasaan tidak nyaman baik terhadap lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
b)      Perasaan tidak aman (insecurity)
Perasaan ini cenderung terlalu was-was yang berlebihan, merasa selalu terancam dimanapun tempat dan tidak mau mempercayai orang lain, baginya semua orang atau lingkungan adalah ancaman baginya.
c)      Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
Perasaan minder yang berlebihan merupakan salah satu ciri-ciri mental yang tidak sehat.
d)      Kurang memahami diri (self-understanding)
Setiap orang harus mampu mengerti dan memahami dirinya sendiri agar mampu “membawa dirinya” sesuai dengan kemampuannya, jika kita sendiri tidak memahami diri, maka kita termasuk orang yang tidak sehat mentalnya
e)      Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
Perasaan ini adalah selalu merasa kurang terhadap kemampuan orang lain, baginya semua orang tidak mampu menyamai seperti yang dia inginkan.
f)        Ketidakmatangan emosi
Kematangan emosi menyangkut kemampuan kita untuk mengelola emosi maupun mengelola konflik. Orang yang emosinya terlalu meledak-ledak juga termasuk salah satu ciri ketidaksehatan mentalnya.
g)      Kepribadiannya terganggu
Pengertian kepribadian menurut Whiterington adalah kepribadian sebagai keseluruhan tingkahlaku yang di integrasikan sebagaimana yang tampak pada orang lain, kepribadian bukan mutlak pembawaan tetapi lebih pada perilaku yang dibangun dalam kurun waktu yang lama melalui proses sesuai dengan lingkungan dan budaya. Jika seseorang selalu cenderung melindungi egonya maka dalam berperilaku selalu menimbulkan hal-hal yang baik-baik saja agar dianggap baik atau selalu menimbulkan hal-hal yang buruk untuk menutupi kelemahannya, maka seseorang tersebut termasuk orang yang tidak sehat mentalnya.
h)      Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf(thorpe, dalam schneiders, 1964;61).

C.    Mental yang Sehat
Individu yang memiliki mental yang sehat selalu menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain. Dia memiliki prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirinya sehingga segala aktivitasnya di tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi yang sehat mentalnya (Syamsu Yusuf LN ; 1987)dijelaskan pada tabel sebagai berikut :
ASPEK PRIBADI
KARAKTERISTIK
Fisik
Perkembangannya normal.
Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.
Sehat, tidak sakit-sakitan.
Psikis
Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki Insight dan rasa humor.
Memiliki respons emosional yang wajar.
Mampu berpikir realistik dan objektif.
Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
Bersifat kreatif dan inovatif.
Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak.
Sosial
Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap alturis).
Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.
Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.
Moral-Religius
Beriman kepada Allah, dan taat mengamalkan ajaran-Nya.
Jujur, amanah (bertanggung jawab), dan ikhlas dalam beramal.

D.    Tempat yang Membutuhkan Kesehatan Mental
Menarik dari pengertian kesehatan mental, cici-ciri mental yang sehat dan mental yang tidak sehat maka pembahasan akan berlanjut kepada tempat yang membutuhkan kesehatan mental. Tempat yang membutuhkan kesehatan mental dibagi menjadi 2, yaitu Lingkungan Primer dan Lingkungan Sekunder.
a.         Lingkungan Primer
Lingkungan yang paling awal dikenal dan terdekat oleh anak adalah adalah lingkungan primer. Lingkungan primer merupakan lingkungan keluarga di dalamnya terjadi interaksi yang inten dengan orang tua. Orang tua secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi setiap terbentuknya perilaku dasar pada anak. Anak cenderung melakukan copying terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya, maka orang tua merupakan pihak yang sangat bertanggung jawab terhadap arah perkembangan anak.
Lingkungan primer menurut W.Stren adalahKeluarga, keluarga merupakantempat pertama anak memperoleh pendidikan dan contah – contoh perkembangan pribadi anak berasal dari hereditas dan lingkungan sosial. Kartini Kartonomengatakan bahwa kekeliruan perbuatan orang tua (salah asuh, ucapan, tindakan orangtua) menjadi sumber tindak asusila, gangguan mental dan konflik batin pada anak.
b.         Lingkungan Sekunder
ð  Lingkungan Sekolah
Lingkungan kedua adalah lingkungan sekunder, lingkungan ini merupakan lingkungan sekolah. Di lingkungan ini anak tidak hanya belajar pada tataran akademik tapi anak juga akan turut belajar bagaimana untuk melakukan sosialisasi terhadap orang-orang sekitarnya, terlebih dengan sebayanya. Pada lingkungan ini anak juga akan terpengaruh pada dinamisasi di dalamnya. Seperti pada lingkungan primer, lingkungan sekunder mempunyai peranan penting dalam mengawal masa transisi anak.
Kesadaran dan pemahaman terhadap kesehatan mental di lingkungan sekolah pada umumnya kerap luput. Perlu perhatian serius dari segenap pihak khususnya pada guru pembimbing atau konselor juga tak lepas dari peranan kepala sekolah, guru mata pelajaran, maupun staf kantor. Kurangnya perhatian terhadap masalah kesehatan mental peserta didik tak jarang berakibat pada timbulnya tindakan penyimpangan dalam berbagai bentuk.
Manifestasi dari berbagai gejala gangguan kesehatan mental yang dialami peserta didik ini pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian kognitif akademik siswa berupa prestasi belajar dan berpengaruh terhadap perkembangan psikis yang tidak optimal pada siswa. Pengaruh pada prestasi belajar umumnya ditandai dengan menurunya daya tangkap materi yang diajarkan, ketidakmampuan dalam menyelesaikan tugas maupun ujian yang berakibat pada jatuhnya hasil belajar yang ditandai dengan nilai-nilai yang tidak memenuhi standar. Sedangkan pada perkembangan psikis, hal ini terkait pada masalah kenakalan remaja berupa tingkah laku agresif, pergaulan bebas, tindak asusila dan sebagainya; kedisiplinan berupa menyontek, acuh terhadap tata tertib, ketidakrapian dalam berpakaian dsb.
Dari uraian singkat diatas secara umum kita mampu memahami kesehatan mental di lingkungan sekolah. Maka beberapa hal yang dapat diupayakan untuk menerapkan prinsip kesehatan mental di lingkungan sekolah Dr. Muh Surya (1985) mengungkapkan beberapa saran diantaranya:
1.      Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah (at home) bagi anak didik, baik secara sosial, fisik, maupun akademis.
2.      Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak.
3.      Usaha pemahaman anak didik secara menyeluruh baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
4.      Menggunakan metode dan alat belajar yang dapat memotivasi belajar.
5.      Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
6.      Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat membesarkan motivasi belajar.
7.      Menciptakan situasi sosial yang baik dan membantu perkembangan pribadi anak.
8.      Peraturan/tata tertib yang jelas dan difahami oleh murid.
9.      Penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan pribadi anak.
10.  Teladan dari para guru dalam segala segi pendidikan.
11.  Kerjasama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah.
12.  Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan (konseling) yang sebaik baiknya.
13.  Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid maupun pada guru.
14.  Hubungan yang erat dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua murid dan masyarakat.
15.  Kerjasama yang baik dengan berbagai instansi yang berhubungan dengan masalah kesehatan.
16.  Pelaksanaan UKS (usaha kesehatan sekolah) termasuk usaha kesehatan mental.
17.  Penyediaan fasilitas belajar yang memadai.
Pendekatan yang digunakan pada peserta didik bukan lagi bersifat kuratif penyembuhan dimana tindakan muncul ketika siswa baru mengalami masalah tetapi lebih diarahkan pada perkembangan (developmental approach). Hal ini bersifat edukatif pengembangan dan outreach (Nurihsan : 2009)
Oleh karena itu, maka dibutuhkan layanan yang bersifat komprehensif dari tiap-tiap komponen sekolah. Konselor dituntut mampu memberikan layanan konseling serta mampu meyampaikan bimbingan dengan baik. Selain itu juga dituntut untuk dapat bersinergi dengan guru mata pelajaran, kepala sekolah, dan warga sekolah yang lain juga ketersediaan fasilitas yang mendukung guna terciptanya kesehatan mental di lingkungan sekolah.
ð  Lingkungan Kerja
Ada hubungan erat antara kesehatan kerja dan keselamatan kerja, ada alasan juga untuk membedakan dua masalah itu. Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja adalah aman, kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat.Tempat kerja bisa dianggap sehat, kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit (occupational diseases) sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat kerja.
Beberapa hal yang terjadi di lingkungan kerja yang menimbulkan gangguan mental adalah tuntutan pekerjaan, rekan yang kurang kondusif, iklim pekerjaan.


ð  Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sebagai tempat interaksi terdekat setelah lingkunga keluarga memiliki peran penting untuk menjadikan individu sehat mental atau tidak. Masyarakat memiliki pengaruh dalam membentuk pola pikir dan cara pandang diri sendiri atau orang lain. Beberapa hal yang terjadi di lingkungan masyarakat yang menimbulkan gangguan mental adalah penerimaan sosial masyarakat terhadap diri, Iklim pergaulan, dan cara berfikir masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN

Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,dengan orang lain maupun dengan masayarakat dimana seseorang itu berada dan bisa mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada seoptimal mungkin untuk mewujudkan suatu keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi,dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri.
Individu yang memiliki mental yang sehat selalu menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain.
Tempat yang membutuhkan kesehatan mental dibagi menjadi 2, yaitu Lingkungan Primer dan Lingkungan Sekunder. Lingkungan yang paling awal dikenal dan terdekat oleh anak adalah adalah lingkungan primer. Lingkungan primer merupakan lingkungan keluarga di dalamnya terjadi interaksi yang inten dengan orang tua. Lingkungan kedua adalah lingkungan sekunder, lingkungan ini merupakan lingkungan sekolah. Di lingkungan ini anak tidak hanya belajar pada tataran akademik tapi anak juga akan turut belajar bagaimana untuk melakukan sosialisasi terhadap orang-orang sekitarnya, terlebih dengan sebayanya
DAFTAR RUJUKAN

Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
.dan semua sumber yang berada pada blogspot