kala aku sadar kalau aku telah hancur saat masuk dalam jurang ini....
diriku sudah tak mampu lagi untuk menyelamatkan diri.
bahkan segenggam harapanku yang dulu menjadi penopang dalam langkahku juga sudah tak dapat ku pertahankan.
Kenapa hujan terus saja menghujam bumi? mengapa petir hancurkan pelangi? hingga merubah senyum menjadi hitam.
semua tak dapat ku sentuh........
hatimu
jiwamu
nalurimu
mimpimu
bahkan detak nadimu tak dapat aku rasakan
aku tak dapat seperti dewi-dewi yang ada disekelilingmu
aku tak dapat memperlakukanmu selembut dewi awan
aku tak bisa memperhatikanmu layaknya Dewi Aphrodite Sang penanam cinta.
namun aku hanya seorang manusia yang memuja penguasa bumi dan surga
dan Dia telah memberiku satu hati untuk sebuah rasa yang ternyata malah menghentikan nafasku.
sebuah rasa yang membuat air mataku tak dapat ku bendung.
haruskah aku mendendam padamu?
haruskah aku mengangkat belati ini tinggi-tinggi dan mencarimu?
atau aku mencari tawanan cinta lain untuk pelampiasan semua yang telah kau lakukan padaku?
maka jangan salahkan api kecil bila nanti ia membumi hanguskan segala yang ingin padamkannya tepat didepanmu.
dan
jangan salahkan putihnya salju jika suatu saat dia akan mencair dan
menghanyutkan apa yang hidup dan menyerahkan bangkainya dihadapanmu.....
Anda boleh membaca, mengcopi atau menyimpan tulisan dari blog ini..Tapi tinggalkan jejak berupa KOMENTAR atau Vote agar blog ini lebih baik lagi. -jangan hanya menjadi plagiat-
Senin, 30 April 2012
Love Is You
Yang Kau Mau Katakanlah.......
.................apakah kau marah padakukarena kau merasa bahwa aku telah mencabut bunga yang ingin kau tanam dalam tamanmu??
hingga jika aku hinggap di jendelamu kau begitu malas untuk menatapku dan menganggapku tak ada...............aku tak pernah tau jika kau menginginkan bunga itu....telah lama ku pendam dan sekarang aku ingin katakan padamu....................
jauh sebelum aku datang,,,,
jauh sebelum aku mulai merawat bunga itu.......................
bunga itu ada dalam genggaman orang lain................
saat genggaman itu tiba-tiba melemah dan bunga itu jatuh ditanah,,,,,,
dia memanggilku dan memintaku untuk merawatnya......
aku mulai merawatnya sepenuh hatiku,,,darinya aku tau semua hal,,, tentang dirimu,,tentang yang lain,,,,
bukan aku merebutnya.......
sekarang, apa yang kau mau wahai kupu2 indah di telaga permai???
maafkan aku......dan tersenyumlah padaku :) karena kita menghuni telaga luas yang sama,,,alangkah indahnya jika kita dapat tertawa dan tersenyum bersama :) merenda hari dan menuju impian di langit luas yang sama...aku yakin lembah-lembah indah telah menyimpan bunga-bunga indah untukmu :) GBU :)
Hari Ibu VS Hari Kasih sayang
Tema : Memaknai Peringatan Hari ibu
Judul : Hari Ibu VS Hari Kasih sayang
Sepenggal syair lagu.............
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, Lewati rintang untuk aku anakmu, Ibuku sayang masih terus berjalan, Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah.............Seperti udara... kasih yang engkau berikan, Tak mampu ku membalas...ibu...ibu (Iwan Fals – Ibu)
Sebuah syair yang ringan, mudah dipahami dan menyentuh,,,tentang perjuangan seorang Ibu yang rela melakukan apapun demi anaknya. Bukan sekedar kata, Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan kita, dimana kita pernah hidup dan dijaga dalam rahim seorang ibu. Itulah mengapa terjadi ikatan yang kuat antara seorang anak dan ibunya.
22 Desember,,,mungkin tak semencolok peringatan 14 Februari (bagi kebanyakan orang), pada 14 Februari, semua berlomba-lomba memberikan yang terbaik, bunga, coklat, dan sebagainya untuk orang yang terkasih (pacar/pasangan). Tapi dalam 22 Desember ini? Apa yang kebanyakan orang lakukan?
Kasih sayang ibu tak pernah terbayarkan dengan apapun. Saat kita menangis ibu dengan kasihnya memangku kita. Saat kita mengompol bahkan buang airpun, ibu dengan sabar membersihkan kita, agar kita merasa nyaman. Tapi saat ini, saat masyarakat terbuai dengan hidup modern, ada tempat yang membuat seorang ibu merasa jauh dari anaknya, “Panti Jompo”. Dengan alasan sibuk, tidak ada waktu, tidak mampu mengurus, banyak ibu yang harus berada di dalam Panti Jompo. Bukan anaknya yang ia besarkan yang merawatnya, tetapi orang lain yang sama sekali tidak ada hubungan darah.
Saat pacar meminta ditemani berbelanja, pasti dengan sigapnya kita meng”iya”kan, saat Ibu kita meminta kita menemani belanja, “Males Buk, Malu dilihat teman-teman...nanti dikira anak mama.” Memangnya kenapa jika kita dianggap anak mama? Bukankah memang kita adalah anak mama? Jika kita putus dengan pacar, suatu saat pasti ada penggantinya. Tetapi, apakah Ibu bisa tergantikan?
Belum terlambat mengucapkan cinta pada sosok Ibu kita masing-masing. Sekedar mengucapkan terimakasih karena kita telah terlahir dan menjadi sosok seperti sekarang. Jadikan tanggal 22 Desember bukan hanya ceremonial belaka, ungkapkan terimakasih kita kepada ibu atas kasih sayangnya selama ini, peluk dan cium beliau serta meminta maaf lah atas apa yang telah kita lakukan. Ingatlah bahwa surga ditelapak kaki Ibu.
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu, Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu, Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku, Dengan apa membalas...ibu...ibu.... (Iwan Fals – Ibu)
Judul : Hari Ibu VS Hari Kasih sayang
Sepenggal syair lagu.............
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, Lewati rintang untuk aku anakmu, Ibuku sayang masih terus berjalan, Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah.............Seperti udara... kasih yang engkau berikan, Tak mampu ku membalas...ibu...ibu (Iwan Fals – Ibu)
Sebuah syair yang ringan, mudah dipahami dan menyentuh,,,tentang perjuangan seorang Ibu yang rela melakukan apapun demi anaknya. Bukan sekedar kata, Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan kita, dimana kita pernah hidup dan dijaga dalam rahim seorang ibu. Itulah mengapa terjadi ikatan yang kuat antara seorang anak dan ibunya.
22 Desember,,,mungkin tak semencolok peringatan 14 Februari (bagi kebanyakan orang), pada 14 Februari, semua berlomba-lomba memberikan yang terbaik, bunga, coklat, dan sebagainya untuk orang yang terkasih (pacar/pasangan). Tapi dalam 22 Desember ini? Apa yang kebanyakan orang lakukan?
Kasih sayang ibu tak pernah terbayarkan dengan apapun. Saat kita menangis ibu dengan kasihnya memangku kita. Saat kita mengompol bahkan buang airpun, ibu dengan sabar membersihkan kita, agar kita merasa nyaman. Tapi saat ini, saat masyarakat terbuai dengan hidup modern, ada tempat yang membuat seorang ibu merasa jauh dari anaknya, “Panti Jompo”. Dengan alasan sibuk, tidak ada waktu, tidak mampu mengurus, banyak ibu yang harus berada di dalam Panti Jompo. Bukan anaknya yang ia besarkan yang merawatnya, tetapi orang lain yang sama sekali tidak ada hubungan darah.
Saat pacar meminta ditemani berbelanja, pasti dengan sigapnya kita meng”iya”kan, saat Ibu kita meminta kita menemani belanja, “Males Buk, Malu dilihat teman-teman...nanti dikira anak mama.” Memangnya kenapa jika kita dianggap anak mama? Bukankah memang kita adalah anak mama? Jika kita putus dengan pacar, suatu saat pasti ada penggantinya. Tetapi, apakah Ibu bisa tergantikan?
Belum terlambat mengucapkan cinta pada sosok Ibu kita masing-masing. Sekedar mengucapkan terimakasih karena kita telah terlahir dan menjadi sosok seperti sekarang. Jadikan tanggal 22 Desember bukan hanya ceremonial belaka, ungkapkan terimakasih kita kepada ibu atas kasih sayangnya selama ini, peluk dan cium beliau serta meminta maaf lah atas apa yang telah kita lakukan. Ingatlah bahwa surga ditelapak kaki Ibu.
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu, Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu, Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku, Dengan apa membalas...ibu...ibu.... (Iwan Fals – Ibu)
INGIN NASKAHNYA TERBIT?
Apabila Anda ingin menerbitkan naskah Anda, silakan kirimkan naskah tersebut ke alamat di
PT Gramedia Pustaka Utama
Gedung Kompas Gramedia Lantai 5
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270
Cantumkan jenis naskah Anda di sudut kiri atas. Fiksi/Nonfiksi. Remaja/Dewasa. Dll. Untuk memudahkan proses seleksi/pengkategorian.
Naskah yang dikirimkan harus dalam bentuk print out, lengkap (tidak hanya cuplikan naskah).Sertakan pula sinopsis cerita.
Tebal naskah untuk novel 100-200 halaman. (Bisa lebih asal jangan berlebihan)
Untuk buku anak, lengkapi dengan contoh ilustrasi. Konsep cerita (terutama untuk buku berseri).
Jenis kertas yang digunakan bebas, asal mudah dan enak dibaca. Ukuran font 12pt, dan spasi 1,5. Tema naskah juga bebas, selama tidak menyinggung SARA dan vulgar.
Sertakan bersama naskah Anda, data diri singkat.
Naskah sebaiknya sudah dijilid, agar tidak tercecer selama dibaca oleh tim editor kami.
Setelah masuk ke meja redaksi, naskah akan dibaca oleh tim editor selama minimal 4-5 bulan. Naskah yang belum bisa kami terbitkan, akan kami kembalikan.
Untuk keterangan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi 53650110 ext. 3511/3512 (redaksi fiksi/nonfiksi).
Atau via e-mail: fiksi@gramediapublishers.com atau nonfiksi@gramediapublishers.com
NB.: PIHAK GRAMEDIA PUSTAKA tidak memungut bayaran apapun kepada penulis yang ingin menerbitkan naskahnya.
=> INFO DARI GRAMEDIA PUSTAKA
PT Gramedia Pustaka Utama
Gedung Kompas Gramedia Lantai 5
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270
Cantumkan jenis naskah Anda di sudut kiri atas. Fiksi/Nonfiksi. Remaja/Dewasa. Dll. Untuk memudahkan proses seleksi/pengkategorian.
Naskah yang dikirimkan harus dalam bentuk print out, lengkap (tidak hanya cuplikan naskah).Sertakan pula sinopsis cerita.
Tebal naskah untuk novel 100-200 halaman. (Bisa lebih asal jangan berlebihan)
Untuk buku anak, lengkapi dengan contoh ilustrasi. Konsep cerita (terutama untuk buku berseri).
Jenis kertas yang digunakan bebas, asal mudah dan enak dibaca. Ukuran font 12pt, dan spasi 1,5. Tema naskah juga bebas, selama tidak menyinggung SARA dan vulgar.
Sertakan bersama naskah Anda, data diri singkat.
Naskah sebaiknya sudah dijilid, agar tidak tercecer selama dibaca oleh tim editor kami.
Setelah masuk ke meja redaksi, naskah akan dibaca oleh tim editor selama minimal 4-5 bulan. Naskah yang belum bisa kami terbitkan, akan kami kembalikan.
Untuk keterangan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi 53650110 ext. 3511/3512 (redaksi fiksi/nonfiksi).
Atau via e-mail: fiksi@gramediapublishers.com atau nonfiksi@gramediapublishers.com
NB.: PIHAK GRAMEDIA PUSTAKA tidak memungut bayaran apapun kepada penulis yang ingin menerbitkan naskahnya.
=> INFO DARI GRAMEDIA PUSTAKA
POLA-POLA PENYESUAIAN DIRI DAN MEKANISME PERTAHANAN DIRI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu
kesehatan mental berkembang secara luas di negara-negara yang telah maju
terutama dalam tahun-tahun belakangan ini, bahkan sudah sampai mencari jalan
pencegahan supaya orang jangan mengalami gangguan mental(taraf preventif).
Di negara kita rupanya ilmu kesehatan mental belum begitu dikenal secara luas,
dan walaupun kadang-kadang dipakai istilah “kesehatan mental”, namun artinya
sangat kabur.
Tema pokok yang menjadi objek
penyelidikan ilmu kesehatan mental adalah penyesuaian diri dan kesehatan mental.
Apakah masalah kesehatan mental itu ada hubungannya dengan masalah penyesuaian
diri? Akan diuraikan lebih lanjut hubungan antara kesehatan mental dan
penyesuaian diri dalam bab ini, tetapi di sini hanya dikemukakan secara singkat
bahwa kesehatan mental merupakan bagian yang penting dari penyesuaian diri.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah mekanisme, macam-macam dan jenis-jenis dari koping
itu?
2.
Apasajakah macam-macam Defense Mechanism?
3.
Bagaimanakah koping yang konstruktif?
4.
Apasajakah penggolongan mekanisme koping?
5.
Apasajakah faktor yang mempengaruhi strategi koping?
C. Tujuan
1.
Mengetahui mekanisme, macam-macam dan jenis-jenis dari
koping
2.
Memahami macam-macam Defense Mechanism
3.
Memahami koping yang konstruktif
4.
Memahami penggolongan mekanisme koping
5. Memahami
faktor yang mempengaruhi strategi koping
D. Manfaat
Dapat
memahami segala bentuk pola-pola penyesuaian diri dan mekanisme pertahanan diri
sehingga mampu meningkatkan diri kita dalam memahami klien khususnya saat
melakukan aktivitas bimbingan dan konseling.
BAB
II
POLA-POLA
PENYESUAIAN DIRI DAN MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Dalam latar belakang sudah
disinggung tentang apakah masalah kesehatan mental itu ada hubungannya dengan
masalah penyesuaian diri? Yang menjadi objek penyelidikan ilmu kesehatan mental
adalah penyesuaian diri (adjustment) dan kesehatan mental (mental
health). Penyesuaian diri adalah satu istilah yang mengandung banyak arti
dan terkadang artinya berbeda-beda untuk orang yang berbeda-beda.Hal ini
disebabkan karena penyesuaian diri itu rumit dan kualitasnya kadang-kadang baik
dan kadang-kadang juga buruk. Kalau kualitas penyesuaian diri itu buruk, maka
biasanya kita namakan ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment).
A.
Mekanisme Koping
Seorang ahli medis bernama ZJ Lipowski dalam
penelitiannya memberikan definisi mekanisme coping: all cognitive and motor
activities which a sick person employs to preserve his bodily and psychic
integrity, to recover reversibly, impaired function and compensate to limit for
any irreversible impairment. (Secara bebas bisa diterjemahkan: semua
aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk
mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak,
dan membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan). Mekanisme koping
adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan
diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat,
1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi
tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi
sumber individu.
Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi
pengalaman yang mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya.
Individu dapat mengalami perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya
terhadap diri sendiri cara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan
mengakibatkan perilaku pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan
meredakan ketegangan tersebut.Equilibrium merupakan proses keseimbangan
yang terjadi akibat adanya proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan
menyebabkan sakit. Proses menjaga keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi
secara dinamis dimana manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar
sehingga keadaan seimbang dapat tercapai.
Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang
dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil,
seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.Mekanisme
coping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal
timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan
belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang
berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga
kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor
tersebut.
Efektivitas coping memiliki kedudukan sangat penting
dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun
serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stressor yang
lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis
melakukan mekanisme coping, yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal.
Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu
mengembangkan dua hal baru: perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.
Lipowski membagi
coping menjadi: coping style dan coping strategy :
·
Coping style adalah mekanisme adaptasi individu yang
meliputi aspek psikologis, kognitif, dan persepsi
·
Coping strategy merupakan coping yang dilakukan secara
sadar dan terarah dalam mengatasi rasa sakit atau menghadapi stressor.
Apabila coping dilakukan secara efektif, stressor
tidak lagi menimbulkan tekanan secara psikis, penyakit, atau rasa sakit,
melainkan berubah menjadi stimulan yang memacu prestasi serta kondisi fisik dan
mental yang baik.Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku,
untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi
atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di
mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang
menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan
perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Para ahli
menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu
:
·
Problem-solving focused coping, dimana
individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan
kondisi atau situasi yang menimbulkan stres
·
Emotion-focused coping, dimana
individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau
situasi yang penuh tekanan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa individu
menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan
dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman,
1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering
digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat
stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang
cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai
masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan
dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan
strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah
yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau Aids.
B.
Macam-macam koping
a.
Koping psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan
akibat stress psikologis tergantung pada dua factor yaitu:
1.
Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap
stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut
terhadap stressor yang diterimanya.
2.
Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu;
artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka
menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan,
tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun
psikologis.
b.
Koping psiko-sosial
Yang biasa dilakukan individu dalam
koping psiko-sosial adalah, menyerang, menarik diri dan kompromi.
1.
Prilaku menyerang
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka
mempertahan integritas pribadinya. Prilaku yang ditampilkan dapat merupakan
tindakan konstruktif maupun destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif
(menyerang) terhadap sasaran atau objek dapat berupa benda, barang atau orang
atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan
adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang.
Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.
Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.
2.
Prilaku menarik diri
Menarik diri adalah prilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara
sadar meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu
melarikan diri dari sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber
infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis,
pendam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.
3.
Kompromi
Kompromi adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang sihadapi, secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
Kompromi adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang sihadapi, secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
C.
Jenis-Jenis Koping
Kaitan antara koping dengan mekanisme pertahanan diri (defense
mechanism), ada ahli yang melihat defense mechanism sebagai salah satu
jenis koping (Lazarus, 1976). Ahli lain melihat antara koping dan
mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal yang berbeda. (Harber dan Runyon,
1984).
Lazarus membagi koping
menjadi dua jenis yaitu:
1.
Tindakan langsung (direct Action)
Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang
dijalankan ole individu untuk mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau
tantangan dengan cara mengubah hubungan hubunngan yang bermasalah dengan
lingkungan. Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan
langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami.
Ada 4 macam koping jenis tindakan langsung :
Ada 4 macam koping jenis tindakan langsung :
ü
Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka
Individu melakukan langkah aktif dan
antisipatif (bereaksi) untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan cara
menempatkan diri secara langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi
yang sesuai dengan bahaya tersebut. Misalnya, dalam rangka menghadapi ujian,
Tono lalu mempersiapkan diri dengan mulai belajar sedikit demi sedikit
tiap-tiap mata kuliah yang diambilnya, sebulan sebelum ujian dimulai. Ini dia
lakukan supaya prestasinya baik disbanding dengan semester sebelumnya, karena
dia hanya mempersiapkan diri menjelang ujian saja.
Contoh dari koping jenis ini lainnya
adalah imunisasi. Imunisasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang tua
supaya anak mereka menjadi lebih kebal terhadap kemungkinan mengalami penyakit
tertentu.
ü Agresi
Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut. Misalnya, tindakan penggusuran yang dilakuakan oleh pemerintah Jakarta terhadap penduduk yang berada dipemukiman kumuh. Tindakan tersebut bias dilakukan karena pemerintah memilki kekuasaan yang lebih besar disbanding dengan penduduk setempat yang digusur. Agresi juga sering dikatakan sebagai kemarahan yang meluap-luap, dan orang yang melalakukan serangan secara kasar, dengan jalan yang tidak wajar. Karena orang selalu gagal dalam usahanya, reaksinya sangat primitive, berupa kemarahan dan luapan emosi kemarahan dan luapan emosi kemarahan yang meledak-meledak. Kadang-kadang disertai prilaku kegilaan, tindak sadis, dan usaha membunuh orang.
Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut. Misalnya, tindakan penggusuran yang dilakuakan oleh pemerintah Jakarta terhadap penduduk yang berada dipemukiman kumuh. Tindakan tersebut bias dilakukan karena pemerintah memilki kekuasaan yang lebih besar disbanding dengan penduduk setempat yang digusur. Agresi juga sering dikatakan sebagai kemarahan yang meluap-luap, dan orang yang melalakukan serangan secara kasar, dengan jalan yang tidak wajar. Karena orang selalu gagal dalam usahanya, reaksinya sangat primitive, berupa kemarahan dan luapan emosi kemarahan dan luapan emosi kemarahan yang meledak-meledak. Kadang-kadang disertai prilaku kegilaan, tindak sadis, dan usaha membunuh orang.
Agresi ialah seseperti reaksi
terhadap frustasi, berupa seranngan, tingkah laku bermusuhan terhadap orang
atau benda. Kemarahan-kemarahan semacam
ini pasti menggangu frustasi intelegensi, sehingga harga diri orang yang
bersangkutan jadi merosot disebabkan oleh tingkah lakunya yang agresif
berlebih-lebihan tadi. Seperti tingkah laku yang suka mentolerir orang lain,
berlaku sewenang-wenang dan sadis terhadap pihak-pihak yang lemah, dan
lain-lain.
ü
Penghindaran (Avoidance)
Tindakan ini terjadi bila agen yang
mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya sehingga individu memilih cara
menghindari atau melarikan diri dari situasi yang mengancam. Misalnya, penduduk
yang melarikan diri dari rumah-rumah mereka karena takut akan menjadi korban
pada daerah-daerah konflik seperti aceh.
ü
Apati
Jenis koping ini merupakan pola
orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan
tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang melukai dan tidak ada usaha
apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam
tersebut. Misalnya, pada kerusuhan Mei. Orang-orang Cina yang menjadi korban
umumnya tutup mulut, tidak melawan dan berlaku pasrah terhadap kejadian biadab
yang menimpa mereka. Pola apati terjadi bila tindakan baik tindakan mempersiapkan
diri menghadapi luka, agresi maupun advoidance sudah tidak memungkinkan lagi
dan situasinya terjadi berulang-ulang. Dalam kasus diatas, orang-orang cina
sering kali dan berulangkali menjadi korban ketika terjadi kerusuhan sehingga
menimbilkan reaksi apati dikalangan mereka.
2.
Peredaan atau peringatan (palliation)
Jenis koping ini mengacu pada
mengurangi, menghilangkan dan menoleransi tekanan-tekanan ketubuhan atau fisik,
motorik atau gambaran afeksi dan tekanan emosi yang dibangkitkan oleh
lingkungan yang bermasalah. Atau bisa diartikan bahwa bila individu menggunakan
koping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang berubah
adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya.
Ada 2 jenis koping peredaan atau palliation
:
a.
Diarahkan pada gejala (Symptom
Directid Modes)
Macam koping ini digunakan bila gangguan muncul dari diri individu,
kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang
berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman
tersebut. Penggunaan obat-obatan terlarang, narkotika, merokok, alcohol
merupakan bentuk koping dengan cara diarahkan pada gejala. Namun tidak
selamanya cara ini bersifat negative. Melakukan relaksasi, meditasi atau berdoa
untuk mengatasi ketegangan juga tergolong kedalam symptom directed modes tetapt
bersifat positif.
b.
Cara intra psikis
Koping jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang
menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal
dengan istilah Defense Mechanism (mekanisme pertahanan diri). Disebut sebagai defence mechanism atau
mekanisme pembelaan diri, karena individu yang bersangkutan selalu mencoba
mengelak dan membela diri dari kelemahan atau kekerdilan sendiri dan mencoba
mempertahankan harga dirinya: yaitu dengan jalan mengemukakan bermacam-macam
dalih atau alasan.
D. Macam-macam Defense Mechanism
D. Macam-macam Defense Mechanism
1.
Identifikasi
Yaitu menginternalisasi ciri-ciri
yang dimilki oleh orang lain yang berkuasa dan dianggap mengancam. Identifikasi
biasanya dilakukan oleh anak terhadap orang tua mereka.
Seorang yang mengalami frustasi dan kegagalan-kegagalan, biasanya tidak mau melihat kekurangan diri sendiri. Dia selalu berusaha (dalam dunia imajinasinya) menyamakan diri dengan seorang yang mencapai sukses. Dia berusaha mengidentifikasikan diri dengan bintang film misalnya, dengan seorang pahlawan perang, atau seorang professor yang cemelang. Semua ini bertujuan untuk memberikan kepuasan semu pada diri sendiri, dan didorong oleh ambisi untuk meningkatkan harga diri.
Seorang yang mengalami frustasi dan kegagalan-kegagalan, biasanya tidak mau melihat kekurangan diri sendiri. Dia selalu berusaha (dalam dunia imajinasinya) menyamakan diri dengan seorang yang mencapai sukses. Dia berusaha mengidentifikasikan diri dengan bintang film misalnya, dengan seorang pahlawan perang, atau seorang professor yang cemelang. Semua ini bertujuan untuk memberikan kepuasan semu pada diri sendiri, dan didorong oleh ambisi untuk meningkatkan harga diri.
2.
Pengalihan
Yaitu memindahkan reaksi dari objek
yang mengancam ke objek yang lain karena obyek yang asli tidak ada atau berbahaya
bila diagresi secara langsung. Misalnya, seorang bawahan dimarahi oleh
atasannya dikantor. Bawahannya tersebut kemudian memarahi istrinya dirumah
karena tidak berani membantah atasannya. Istri kemudian memarahi anaknya. Ini
merupakan contoh klasik dari displacement.
3.
Represi
Yaitu menghalangi impuls-implus yang
ada atau tidak bias diterima sehingga impuls-impuls tersebut tidak dapat
diekspresikan secara sadar atau lansung dalam tingkah laku. Misalnya, dorongan
seksual karena dianggap tabu lalu ditekan begitu saja kedalam ketidaksadaran.
Dorongan tersebut lalu muncul dalam bentuk mimpi.
Represi juga disebut sebagai tekanan untuk melupakan hal-hal, dan keinginan-keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorongan-doronngan yang tidak sesuai dengan hatinya. Proses itu terjadi tanpa disadari.Dalam represi, orang berusaha mengingkari kenyataan atau factor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan itu disadarinya.
Represi juga disebut sebagai tekanan untuk melupakan hal-hal, dan keinginan-keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorongan-doronngan yang tidak sesuai dengan hatinya. Proses itu terjadi tanpa disadari.Dalam represi, orang berusaha mengingkari kenyataan atau factor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan itu disadarinya.
4.
Denial
Yaitu melakukan bloking atau menolak
terhadap kenyataan yang ada karena kenyataan yang ada dirasa mengancam
integritas individu yang bersangkutan. Istri yang baru saja ditinggal mati oleh
suaminya secara mendadak, merasa suaminya masih hidup sehingga tiap sore dia masih
membuatkan kopi untuk suaminya seprti biasanya, ini merupakan contoh dari
denial. Fanatisme agama dengan menganggap agama atau kepercayaan lain merupakan
sesuatu yang salah, sedangkan agama atau kepercayaan yang dijalani merupakan
satu-satunya yang benar merupakan contoh lain mekanisme denial, karena
sebenarnya individu yang fanatic tersebut merasa terancam dengan adanya
keyakinan lain, yang berpotensi mengancam integritas keyakinannya sendiri.
5.
Reaksi Formasi
Yaitu dorongan yang mengancam
diekspresikan dalam bentuk tingkah laku secara terbalik. Contoh klasik dari
pertahanan diri jenis ini adalah orang yang sebenarnya mencintai, namun dalm
tingkahlaku memunculkan tindakan yang seolah-olah membenci orang yag dicintai.
6.
Proyeksi
Yaitu mengatribusikan atau
menerapkan dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain karena
dorong-dorongan tersebut mengancam integritas. Misalnya, A mencintai B, namun
karena cinta yang dirasakan itu mengancam harga dirinya, lalu A menyatakan
bahwa B lah yang mencintainya. Proyeksi juga juga disubut sebagai usaha
mensifatkan, melemparkan atau memproyeksikan sifat, fikiran dan harapan yang
negative, juga kelemahan dan sikap sendiri yang keliru, kepada orang lain. Melemparkan
kesalahan sendiri. Inidividu yang
bersangkutan tidak maau mengaku kesalahan, kenegatifan dan kelemahan sendiri,
bahkan selalu memproyeksikan kehidupan yang negative tadi kepada orang lain.
Sebagai contoh dalam hal ini adalah : seseorang sangat iri hati terhadap
kekayaan dan sukses tetangganya. Tapi pada setiap orang ia selalu berkata,
bahwa tetangganya itulah yang buruk hati, selalu cemburu dan iri hati terhadap
dirinya.
7.
Rasionalisme atau intektualisasi
Yaitu dua gagasan yang berbeda
dijaga supaya tetap terpisahkan karena bila bersama-sama akan mengancam.
Misalnya semua orang sepakat bahwa kesejahteraan umat manusia hanya bias
terjadi lewat cara-cara damai, namun tidak sedikit pula orang yang mengakui hal
diatas, mendukung jalan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.
Rasionalisasi juga disebut dengan cara menolong diri sendirisecara tidak wajar atau teknik pembelaan diri dengan membuat sesuatu yang tidak rasional serta tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang rasional dan menyenangkan bagi diri sendiri.
Rasionalisasi juga dapat disebut sebagai proses pembenaran kelakuan sendiri, dengan menemukakan alas an yang masuk aal atau bisa diterima secara social, untuk menggantikan alasan yang sesungguhnya. (J.P. Chaplin, 1981).
Jika sesorang mengalami frustasi dan kegagalan, biasanya ia selalu mencari kesalahan dan sebab-musababnya pada orang lain, atau mencarinya pada keadaan diluar dirinya. Dia menganggap dirinya paling benar, dan orang lain atau kondisi dan situasi luar yang menjadi biang keladi dari kegagalannya. Dia tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri. Ia selalu berusaha membelai-belai harga dirinya. Semua pujian dari lur dan pembenaran diharapkan bias memuaskan perasaan sendiri, dan bias membelai-belai harga dirinya. Dia selalu menuntut agar segala perbuatan dan alasannya dibenarkan oleh fikiran atau akal orang lain. Karena itu perilakunya disebut sebagai rasionalisasi. Misalnya : seseorang yang gagal melaksanakan tugasnya akan berkata: “tugas itu terlalu berat bagi pribadi saya yang amat muda ini”. Atau dalih : “tugas semacam itu bagi saya tidak ada harganya, dan tidak masuk dalam bidang perhatian saya. Dan saya tidak ambil peduli, apakah tugas itu gagal atau berhasil.
Rasionalisasi juga disebut dengan cara menolong diri sendirisecara tidak wajar atau teknik pembelaan diri dengan membuat sesuatu yang tidak rasional serta tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang rasional dan menyenangkan bagi diri sendiri.
Rasionalisasi juga dapat disebut sebagai proses pembenaran kelakuan sendiri, dengan menemukakan alas an yang masuk aal atau bisa diterima secara social, untuk menggantikan alasan yang sesungguhnya. (J.P. Chaplin, 1981).
Jika sesorang mengalami frustasi dan kegagalan, biasanya ia selalu mencari kesalahan dan sebab-musababnya pada orang lain, atau mencarinya pada keadaan diluar dirinya. Dia menganggap dirinya paling benar, dan orang lain atau kondisi dan situasi luar yang menjadi biang keladi dari kegagalannya. Dia tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri. Ia selalu berusaha membelai-belai harga dirinya. Semua pujian dari lur dan pembenaran diharapkan bias memuaskan perasaan sendiri, dan bias membelai-belai harga dirinya. Dia selalu menuntut agar segala perbuatan dan alasannya dibenarkan oleh fikiran atau akal orang lain. Karena itu perilakunya disebut sebagai rasionalisasi. Misalnya : seseorang yang gagal melaksanakan tugasnya akan berkata: “tugas itu terlalu berat bagi pribadi saya yang amat muda ini”. Atau dalih : “tugas semacam itu bagi saya tidak ada harganya, dan tidak masuk dalam bidang perhatian saya. Dan saya tidak ambil peduli, apakah tugas itu gagal atau berhasil.
8.
Sublimasi
Yaitu dorongan atau implus yang ditransfortasikan menjadi bentuk-bentuk yang diterima secara social sehingga dorongan atau impuls tersebut menjadi suatu yang benar-benar berbeda dari dorongan atau impuls aslinya. Contoh sublimasi adalah orang yang memilki dorongan seks yang kuat lalu menggunakan energy tersebut untuk menjadi sumber dari dorongan religiusnya, sehingga dia mengalami pengalaman mistik dan mampu bekerja bagi kemanusiaan, karena pada dasarnya religiusitas memilki persamaan atau kaitan dengan seksualitas yaitu dalam hal pengalaman penyatuan atau peleburan.
Yaitu dorongan atau implus yang ditransfortasikan menjadi bentuk-bentuk yang diterima secara social sehingga dorongan atau impuls tersebut menjadi suatu yang benar-benar berbeda dari dorongan atau impuls aslinya. Contoh sublimasi adalah orang yang memilki dorongan seks yang kuat lalu menggunakan energy tersebut untuk menjadi sumber dari dorongan religiusnya, sehingga dia mengalami pengalaman mistik dan mampu bekerja bagi kemanusiaan, karena pada dasarnya religiusitas memilki persamaan atau kaitan dengan seksualitas yaitu dalam hal pengalaman penyatuan atau peleburan.
E.
Koping yang Konstruktif
Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa
disadari dan bersifat membohongi diri sendiri terhadap realitayang ada didalam
(dorongan atau inpuls atau nafsu). Defense mechanism bersifat menyaring
realita yang ada sehingga individu yang bersangkutan tidak bias memahami
hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini membuat sebagian besar ahli
meyatakan koping jenis defense mechanism merupakan koping yang tidak sehat
(kecuali sublimmasi).
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bias mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruksif.
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bias mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruksif.
Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif
(sehat), Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang
dianggap konstruktif: yaitu :
1.
Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif
untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian
memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu
secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan
persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya,
kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko
kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2.
Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan
antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun
tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara
pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan.
Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang
bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu
memilih dan membuat keputusan yang tidak sematadidasari oleh pengaruh emosi.
3.
Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan
perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi
memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu
ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada
kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika
menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus
pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
4.
Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik
emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan
perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara
yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama
dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan
oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan
perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai
banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5.
Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan
introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses
kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif,
cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri
sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki
kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak
antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan
latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan
mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
F.
Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi
menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu :
a.
Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung
fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik
relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
b.
Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat
fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja
berlebihan, menghindar.
G.
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping
Cara individu menangani situasi yang mengandung
tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan
fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan
sosial dan materi.
1.
Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang
penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan
tenaga yang cukup besar
2.
Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya
psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of
control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan
(helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe :
problem-solving focused coping
3.
Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan
untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan
alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada
akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
4.
Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan
untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.
5.
Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan
kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang
tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat
sekitarnya
6.
Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya
daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa
disadari dan bersifat membohongi diri sendiri terhadap realitayang ada didalam.
Defense mechanism bersifat menyaring realita yang ada sehingga individu yang
bersangkutan tidak bias memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini
membuat sebagian besar ahli meyatakan koping jenis defense mechanism merupakan
koping yang tidak sehat (kecuali sublummasi).
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bias mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruksif.
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bias mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruksif.
Cara individu menangani situasi yang mengandung
tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan
fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan
sosial dan materi.
DAFTAR RUJUKAN
Atkinson
Rita L. dan Hilgard E.R. (1999). Pengantar Psikologi.
Kesehatan
Mental
1 Oleh Drs.Yustinus Semiun, OFM
TEMPAT-TEMPAT YANG MEMBUTUHKAN KESEHATAN MENTAL
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah
dari "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene.
Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche
dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah
mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan
statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo &Latipun,2001:21).
Kesehatan
mental adalah terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,dengan orang
lain maupun dengan masayarakat dimana seseorang itu berada dan bisa
mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada seoptimal
mungkin untuk mewujudkan suatu keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang
terjadi,dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri.
Berpijak
pada pengertian diatas, kita akan belajar memahami mana saja tempat-tempat yang
membutuhkan layanan kesehatan mental. Agar setiap individu menjadi manusia yang
sehat mentalnya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian kesehatan mental?
2.
Apasajakah yang termasuk mental yang tidak sehat?
3.
Apasajakah yang termasuk mental yang sehat?
4.
Dimana sajakah tempat yang membutuhkan kesehatan mental?
C. Tujuan
1. Memahami tentang pengertian tentang kesehatan mental
2. Mengetahui semua tentang mental yang tidak sehat
3. Mengetahui semua tentang mental yang sehat
4. Dapat menyebutkan tempat yang membutuhkan kesehatan
mental
D. Manfaat
Dengan
mempelajari segala sesuatu tentang kesehatan mental, diharapkan kita tidak
hanya memahami tentang pengertian kesehatan mental, tetapi juga mengetahui
semua tentang mental yang tidak sehat dan mental yang sehat. Sehingga mampu
menganalisis tempat-tempat yang membutuhkan layanan kesehatan mental.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tentang Kesehatan Mental
Zakiah
Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan
beberapa pengertian :
1. Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan
jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa(psychose).
2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada
semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain;
serta terhindar dari gangguan - gangguan dan penyakit jiwa.
4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh
antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi
problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian
dan kemampuan dirinya.
Mental
hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat
prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur
psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya kerusakan mental atau mallajudjusment.
Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan
menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan
sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif
dan mengambil keputusan.
B. Mental yang Tidak Sehat
Sebelum
membahas ciri-ciri atau karakteristik mental yang sehat, akan dibahas terlebih
dahulu ciri-ciri mental yang tidak sehat yaitu sebagai berikut :
a) Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
Perasaan
tidak nyaman ini sering dimiliki biasanya berhubungan dengan orang yang tidak
bisa beradaptasi dengan lingkungan, sehingga selalu timbul perasaan tidak
nyaman baik terhadap lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
b) Perasaan tidak aman (insecurity)
Perasaan
ini cenderung terlalu was-was yang berlebihan, merasa selalu terancam dimanapun
tempat dan tidak mau mempercayai orang lain, baginya semua orang atau
lingkungan adalah ancaman baginya.
c) Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
Perasaan
minder yang berlebihan merupakan salah satu ciri-ciri mental yang tidak sehat.
d) Kurang memahami diri (self-understanding)
Setiap
orang harus mampu mengerti dan memahami dirinya sendiri agar mampu “membawa
dirinya” sesuai dengan kemampuannya, jika kita sendiri tidak memahami diri,
maka kita termasuk orang yang tidak sehat mentalnya
e) Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
Perasaan
ini adalah selalu merasa kurang terhadap kemampuan orang lain, baginya semua
orang tidak mampu menyamai seperti yang dia inginkan.
f)
Ketidakmatangan
emosi
Kematangan
emosi menyangkut kemampuan kita untuk mengelola emosi maupun mengelola konflik.
Orang yang emosinya terlalu meledak-ledak juga termasuk salah satu ciri
ketidaksehatan mentalnya.
g) Kepribadiannya terganggu
Pengertian
kepribadian menurut Whiterington adalah kepribadian sebagai keseluruhan
tingkahlaku yang di integrasikan sebagaimana yang tampak pada orang lain, kepribadian
bukan mutlak pembawaan tetapi lebih pada perilaku yang dibangun dalam kurun
waktu yang lama melalui proses sesuai dengan lingkungan dan budaya. Jika
seseorang selalu cenderung melindungi egonya maka dalam berperilaku selalu
menimbulkan hal-hal yang baik-baik saja agar dianggap baik atau selalu
menimbulkan hal-hal yang buruk untuk menutupi kelemahannya, maka seseorang
tersebut termasuk orang yang tidak sehat mentalnya.
h) Mengalami patologi dalam struktur sistem
syaraf(thorpe, dalam schneiders, 1964;61).
C. Mental yang Sehat
Individu yang memiliki
mental yang sehat selalu menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap
situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi
dirinya dan atau orang lain. Dia memiliki prinsip bahwa tidak mengorbankan hak
orang lain demi kepentingan dirinya sehingga segala aktivitasnya di tujukan
untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi
yang sehat mentalnya (Syamsu Yusuf LN ; 1987)dijelaskan pada tabel
sebagai berikut :
ASPEK
PRIBADI
|
KARAKTERISTIK
|
Fisik
|
Perkembangannya
normal.
Berfungsi untuk
melakukan tugas-tugasnya.
Sehat, tidak
sakit-sakitan.
|
Psikis
|
Respek
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki
Insight dan rasa humor.
Memiliki
respons emosional yang wajar.
Mampu
berpikir realistik dan objektif.
Terhindar
dari gangguan-gangguan psikologis.
Bersifat
kreatif dan inovatif.
Bersifat
terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
Memiliki
perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak.
|
Sosial
|
Memiliki perasaan
empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk
memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap
alturis).
Mampu berhubungan
dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.
Bersifat toleran dan
mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik,
agama, suku, ras, atau warna kulit.
|
Moral-Religius
|
Beriman kepada Allah,
dan taat mengamalkan ajaran-Nya.
Jujur, amanah
(bertanggung jawab), dan ikhlas dalam beramal.
|
D. Tempat yang Membutuhkan Kesehatan Mental
Menarik dari pengertian kesehatan mental, cici-ciri mental yang
sehat dan mental yang tidak sehat maka pembahasan akan berlanjut kepada tempat
yang membutuhkan kesehatan mental. Tempat yang membutuhkan kesehatan mental
dibagi menjadi 2, yaitu Lingkungan Primer dan Lingkungan Sekunder.
a.
Lingkungan
Primer
Lingkungan yang paling awal dikenal dan terdekat oleh anak adalah
adalah lingkungan primer. Lingkungan primer merupakan lingkungan keluarga di
dalamnya terjadi interaksi yang inten dengan orang tua. Orang tua secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi setiap terbentuknya perilaku dasar
pada anak. Anak cenderung melakukan copying terhadap hal-hal yang terjadi
disekitarnya, maka orang tua merupakan pihak yang sangat bertanggung jawab
terhadap arah perkembangan anak.
Lingkungan primer menurut W.Stren adalahKeluarga, keluarga
merupakantempat pertama anak memperoleh pendidikan dan contah – contoh
perkembangan pribadi anak berasal dari hereditas dan lingkungan sosial. Kartini
Kartonomengatakan bahwa kekeliruan perbuatan orang tua (salah asuh, ucapan,
tindakan orangtua) menjadi sumber tindak asusila, gangguan mental dan konflik
batin pada anak.
b.
Lingkungan
Sekunder
ð Lingkungan Sekolah
Lingkungan kedua adalah lingkungan sekunder, lingkungan ini
merupakan lingkungan sekolah. Di lingkungan ini anak tidak hanya belajar pada
tataran akademik tapi anak juga akan turut belajar bagaimana untuk melakukan
sosialisasi terhadap orang-orang sekitarnya, terlebih dengan sebayanya. Pada
lingkungan ini anak juga akan terpengaruh pada dinamisasi di dalamnya. Seperti
pada lingkungan primer, lingkungan sekunder mempunyai peranan penting dalam
mengawal masa transisi anak.
Kesadaran dan pemahaman terhadap kesehatan mental di lingkungan
sekolah pada umumnya kerap luput. Perlu perhatian serius dari segenap pihak
khususnya pada guru pembimbing atau konselor juga tak lepas dari peranan kepala
sekolah, guru mata pelajaran, maupun staf kantor. Kurangnya perhatian terhadap
masalah kesehatan mental peserta didik tak jarang berakibat pada timbulnya tindakan
penyimpangan dalam berbagai bentuk.
Manifestasi dari berbagai gejala gangguan kesehatan mental yang
dialami peserta didik ini pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian kognitif
akademik siswa berupa prestasi belajar dan berpengaruh terhadap perkembangan
psikis yang tidak optimal pada siswa. Pengaruh pada prestasi belajar umumnya
ditandai dengan menurunya daya tangkap materi yang diajarkan, ketidakmampuan
dalam menyelesaikan tugas maupun ujian yang berakibat pada jatuhnya hasil
belajar yang ditandai dengan nilai-nilai yang tidak memenuhi standar. Sedangkan
pada perkembangan psikis, hal ini terkait pada masalah kenakalan remaja berupa
tingkah laku agresif, pergaulan bebas, tindak asusila dan sebagainya;
kedisiplinan berupa menyontek, acuh terhadap tata tertib, ketidakrapian dalam
berpakaian dsb.
Dari uraian singkat diatas secara umum kita mampu memahami
kesehatan mental di lingkungan sekolah. Maka beberapa hal yang dapat diupayakan
untuk menerapkan prinsip kesehatan mental di lingkungan sekolah Dr. Muh
Surya (1985) mengungkapkan beberapa saran diantaranya:
1.
Menciptakan
situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah (at home) bagi anak didik,
baik secara sosial, fisik, maupun akademis.
2.
Menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan bagi anak.
3.
Usaha pemahaman
anak didik secara menyeluruh baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh
aspek pribadinya.
4.
Menggunakan
metode dan alat belajar yang dapat memotivasi belajar.
5.
Ruangan kelas
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
6.
Menggunakan
prosedur evaluasi yang dapat membesarkan motivasi belajar.
7.
Menciptakan
situasi sosial yang baik dan membantu perkembangan pribadi anak.
8.
Peraturan/tata
tertib yang jelas dan difahami oleh murid.
9.
Penyesuaian
program pendidikan dengan kebutuhan dan pribadi anak.
10.
Teladan dari
para guru dalam segala segi pendidikan.
11.
Kerjasama dan
saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di
sekolah.
12.
Pelaksanaan
program bimbingan dan penyuluhan (konseling) yang sebaik baiknya.
13.
Situasi
kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid
maupun pada guru.
14.
Hubungan yang
erat dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua murid dan masyarakat.
15.
Kerjasama yang
baik dengan berbagai instansi yang berhubungan dengan masalah kesehatan.
16.
Pelaksanaan UKS
(usaha kesehatan sekolah) termasuk usaha kesehatan mental.
17.
Penyediaan
fasilitas belajar yang memadai.
Pendekatan yang digunakan pada peserta didik bukan lagi bersifat
kuratif penyembuhan dimana tindakan muncul ketika siswa baru mengalami masalah
tetapi lebih diarahkan pada perkembangan (developmental approach). Hal
ini bersifat edukatif pengembangan dan outreach (Nurihsan : 2009)
Oleh karena itu, maka dibutuhkan layanan yang bersifat komprehensif
dari tiap-tiap komponen sekolah. Konselor dituntut mampu memberikan layanan
konseling serta mampu meyampaikan bimbingan dengan baik. Selain itu juga
dituntut untuk dapat bersinergi dengan guru mata pelajaran, kepala sekolah, dan
warga sekolah yang lain juga ketersediaan fasilitas yang mendukung guna
terciptanya kesehatan mental di lingkungan sekolah.
ð Lingkungan Kerja
Ada hubungan erat antara kesehatan kerja dan keselamatan kerja, ada
alasan juga untuk membedakan dua masalah itu. Keselamatan kerja bisa terwujud
bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja adalah aman, kalau bebas dari
risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan
mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi
sehat.Tempat kerja bisa dianggap sehat, kalau bebas dari risiko terjadinya
gangguan kesehatan atau penyakit (occupational diseases) sebagai akibat
kondisi kurang baik di tempat kerja.
Beberapa hal yang terjadi di lingkungan kerja yang menimbulkan
gangguan mental adalah tuntutan pekerjaan, rekan yang kurang kondusif, iklim
pekerjaan.
ð Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sebagai tempat interaksi terdekat setelah lingkunga
keluarga memiliki peran penting untuk menjadikan individu sehat mental atau
tidak. Masyarakat memiliki pengaruh dalam membentuk pola pikir dan cara pandang
diri sendiri atau orang lain. Beberapa hal yang terjadi di lingkungan
masyarakat yang menimbulkan gangguan mental adalah penerimaan sosial masyarakat
terhadap diri, Iklim pergaulan, dan cara berfikir masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Kesehatan
mental adalah terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa serta mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri,dengan orang lain maupun
dengan masayarakat dimana seseorang itu berada dan bisa mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada seoptimal mungkin
untuk mewujudkan suatu keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang
terjadi,dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya sendiri.
Individu yang memiliki mental yang sehat selalu menampilkan perilaku atau
respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan
dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain.
Tempat yang membutuhkan kesehatan mental dibagi menjadi 2, yaitu
Lingkungan Primer dan Lingkungan Sekunder. Lingkungan yang paling awal dikenal
dan terdekat oleh anak adalah adalah lingkungan primer. Lingkungan primer
merupakan lingkungan keluarga di dalamnya terjadi interaksi yang inten dengan
orang tua. Lingkungan kedua adalah lingkungan sekunder, lingkungan ini
merupakan lingkungan sekolah. Di lingkungan ini anak tidak hanya belajar pada
tataran akademik tapi anak juga akan turut belajar bagaimana untuk melakukan
sosialisasi terhadap orang-orang sekitarnya, terlebih dengan sebayanya
DAFTAR RUJUKAN
Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro
.dan semua sumber yang berada pada blogspot
Langganan:
Postingan (Atom)