BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu kejadian yang
mengguncang secara psikologis. Biasanya peristiwa tersebut terjadi secara
tiba-tiba, dasyat bahkan mengancam jiwa. Untuk itulah orang yang merasakannya
mengalami ketakutan yang sangat intens dan tidak berdaya. Kematian anggota
keluarga secara mendadak, keguguran, dipecat dari kerja, mengalami kecelakaan,
mengalami perkosaan, semua ini dapat menjadi contoh pengalaman traumatik.
Stres yang diakibatkannya, atau yang
menyusul kejadian traumatik disebut sebagai stres pascatrauma. Manusia
sesungguhnya memiliki mekanisme adaptasi untuk menghadapi masalah, termasuk
dalam menghadapi trauma. Meski demikian, penyesuaian menghadapi stres traumatik
lebih sulit dilakukan. Berbeda dengan stres sehari-hari yang umumnya dapat
lebih mudah ditanggulangi, stres traumatik bila tidak tertangani baik dapat
sangat mengganggu fungsi individu. Dalam makalah ini, kita mulai untuk
membahasnya agar lebih memahaminya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian stress?
2.
Apasajakah jenis-jenis
stress?
3.
Apa sajakah gejala-gejala stress?
4.
Apa sajakah sebab dan akibat stress?
5.
Bagaimanakah cara menanggulangi stress?
6.
Apakah pengertian dari stres traumatik?
7.
Apakah gejala-gejala stress traumatik?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Stress
Stres menurut beberapa ahli adalah
: Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah
merupak badaniah saja. Ditunjukkkan nya bahwa daya adaptasi seseoarang itu
tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai
stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep
perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih
dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat
fatal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang
berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.
Pada penelitain Wolf dan Goodel
( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan suatu
sistem organ , cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan
keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan
untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda-
beda dari reaksi terhadap stres.
Menurut H. Handoko, Stress
adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang. Sedangkan berdasarkan definisi kerjanya, pengertian dari
stress adalah :
a.
Suatu
tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses
psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan ( lingkungan ),
situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik
yang berlebihan terhadap seseorang.
b.
Sebagai
suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau
proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari
luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan
psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.
Menurut Woolfolk dan Richardson
(1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif ,apresiawa stress l
menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai
suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap
peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri. Karenanya dikatakan
bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan
adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif
organisme.
Kesimpulan pendapat dari para ahli
tersebut adalah Stress
adalah Respon – Fisiologis, Psikologis, dan Perilaku, dari individu dalam
usahanya untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap tekanan dari luar dan dari
dalam diri individu. Stress dalam batas tertentu adalah hal yang wajar,
merupakan salah satu emosi yang dapat membantu manusia mencapai cita-citanya. Stress
terlalu berat atau terlalu lama akan dapat menyebabkan dekompensasi individu.
Stress menjadi penyakit akan mengakibatkan ketidak mampuan untuk berfungsi
secara wajar dalam pekerjaan, sekolah atau kehidupan sosial.
B. Jenis-jenis Stress
Beberapa jenis stressor psikologis
(Folkman,1984) :
a)
Tekanan (Pressure) : Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk
mencapai sasaran atau tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu.
Tekanan dalam beberapa kasus tertentu dapat menghebiskan sumber- sumber daya
yang dimiliki dalam proses pencapaian semuanya.
b)
Frustasi : Frustasi terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran
tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil
yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap
situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun
depresi.
c)
Konflik : Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan
merespon langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua
kebutuhan maupun motif yang berbeda dalam waktu bersamaan.
Selye (dalam Rice, 1992) menggolongkan
stress menjadi dua golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu
terhadap stress yang dialaminya :
·
Distress (stress negatif) : Selye menyebutkan distress merupakan stress yang merusak atau bersifat
tidak menyenangkan. Stress digunakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan,. Khawatir atau gelisah. Sehingga individu
mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan
untuk menghindarinya.
·
Eustress : Selye
menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang
memuaskan. Hanson (dalam Rice, 1992) mengemukakan frase joy of stress
untuk mengungkapkan hal- hal yang bersifat positif yang timbul dari adanya stress.
Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan
performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu
misalnya menciptakan karya seni.
C. Pemicu Stress
Orang stres itu ada banyak dengan
berbagai macam/jenis penyebab mulai dari masalah ekonomi, masalah cinta,
masalah keluarga, masalah pekerjaan, masalah tetangga, masalah selebritis, dan
lain sebagainya. Orang stress biasanya mudah tersinggung, sensitif, gugup,
agresif, emosi labil, sedih, emosional, dan lain sebagainya. Berikut adalah
kategori pemicu stres yang umum :
1) Stres Kepribadian (Personality Stress)
Stres kepribadian adalah stress yang dipicu oleh
masalah dari dalam diri seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah
dan kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu menyikapi positif segala
tekanan hidup akan kecil resiko terkenal stress jenis yang satu ini.
2) Stes Psikososial (Psychosocial Stress)
Stres psikososial adalah stress yang dipicu oleh
hubungan relasi dengan orang lain di sekitarnya atau akibat situasi sosial
lainnya. Contohnya seperti stres adaptasi lingkungan baru, masalah cinta,
masalah keluarga, stres macet di jalan raya, diolok-olok, dan lain-lain.
3) Stres Bioekologi (Bio-Ecological Stress)
Stres bio-ekologi adalah stress yang dipicu oleh dua
hal. Yang pertama yaitu ekologi / lingkungan seperti polusi serta cuaca dan
yang kedua akibat kondisi biologis seperti akibat datang bulan, demam, asma,
jerawatan, tambah tua, dan banyak lagi akibat penyakit dan kondisi tubuh
lainnya.
4) Stres Pekerjaan (Job Stress)
Stres pekerjaan adalah stress yang dipicu oleh
pekerjaan seseorang. Persaingan jabatan, tekanan pekerjaan, deadline, terlalu
banyak kerjaan, ancaman phk, target tinggi, usaha gagal, persaingan bisnis,
adalah beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stress akibat karir
pekerjaan.
D.
Gejala-gejala Stress
Untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih jelas tentang gejala stress, kita perlu melihat apa dan
bagaimana stress itu sebenarnya; apakah stress itu sebuah gejala tunggal
ataukah sebuah proses. Untuk itu, kita dapat merujuk pada pendapatnya Dr. Robert van Amberg.
Ada enam tahapan stress yaitu :
Gejala Stress Tahap I
Menurut van Amberg
(dalam Hawari 2002), stress itu memiliki enam tahapan. Tahap I adalah
stress paling ringan. Seseorang akan dihinggapi gejala stress yang berkonotasi
positif, seperti bertambahnya semangat kerja penglihatan menjadi lebih tajam, meningkatnya rasa senang terhadap pekerjaan, dan
mampu menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari biasanya. Orang yang mengalami
gejala stress Tahap I sebenarnya tengah menghabiskan cadangan energinya yang
dimilikinya.
Gejala Stress Tahap II
Ketika stress Tahap I
selesai, ia akan memasuki stress Tahap II. Jika pada awalnya menyenangkan, pada
tahap ini seseorang mulai merasakan aneka keluhan sebagai gejala stress nya.
Sering mengeluhkan tidak cukupnya cadangan energi, seperti cepat lelah—khususnya pada sore hari, merasa letih ketika bangun
pagi, jantung berdenyut lebih cepat dari biasanya alias berdebar-debar, tidak bisa
santai, dan otot-otot mulai terasa tegang.
Gejala Stress Tahap III
Apabila gejala
stress ini tidak dihiraukan dan terus memaksakan bekerja, stress pun akan
memasuki tahap III, di mana aneka penyakit mulai berdatangan.
Semacam insomnia, diare, maag, meningkatnya ketegangan emosi, dan terganggunya
sistem koordinasi tubuh—badan terasa lunglai dan mau pingsan.
Pada tahap ini
seseorang sudah harus berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan terapi, atau melakukan terapi sendiri dengan mengurangi
beban emosi dan fisik.
Gejala Stress Tahap IV
Jika hal ini dibiarkan,
gejala stress tahap IV pun akan muncul. Gejalanya biasanya lebih berat. Sebagai
contoh: seseorang sangat sulit untuk bertahan walau hanya satu hari, tidak mampu
lagi menyelesaikan pekerjaan rutin, hilangnya kemampuan untuk bersikap tanggap terhadap
situasi, pekerjaan yang awalnya menyenangkan menjadi membosankan dan tampak sulit, menurunnya
konsentrasi dan daya pikir, dan mulai muncul perasaan takut dan cemas yang tidak jelas
ujung pangkalnya.
Gejala Stress Tahap V
Jika keadaan terus
berlanjut, seseorang akan jatuh pada gejala stress Tahap V yang ditandai
dengan: kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam, tidak mampu lagi mengerjakan pekerjaan rutin
walaupun itu ringan, gangguan sistem
pencernaan semakin berat (gastro intestinal disorder), perasaan
takut, kecemasan, dan kepanikan yang semakin meningkat, yang bersangkutan pun
menjadi mudah bingung.
Gejala Stress Tahap VI
Puncaknya adalah stress
Tahap VI. Inilah klimaks dari lima tahapan sebelumnya. pada gejala stress yang
ke-6 ini eseorang akan mengalami serangan panik dan perasaan takut mati. Orang yang terkena stress Tahap VI ini seringkali harus masuk UGD
berkali-kali karena beratnya keluhan yang diderita, walau secara medis tidak ditemukan
“kelainan” pada fisiknya.
Gambaran gejala stress
Tahap VI dapat dilihat dari beberapa gambaran berikut: debaran jantung sangat keras, sulit
bernapas, badan gemetar, keringat dingin mengucur deras, tidak lagi memiliki tenaga untuk melakukan
hal-hal kecil, mengalami pingsan atau kolaps.
Dengan demikian, stress
sebenarnya merupakan sebuah proses, di mana ada tahap-tahap tertentu, mulai dari yang paling ringan sampai
yang paling berat. Gejala stress Tahap I dan II dapat dikatakan masih berada
pada tahap kewajaran, di mana semua orang pernah merasakannya. Namun, gejala
stress mulai tidak wajar apabila sudah mendatangkan gangguan fisik dan kejiwaan.
E.
Sebab dan Akibat Stress
PENYEBAB
Penyebab
stress bisa ditimbulkan dari kejadian sehari-hari baik gembira dan sedih,
seperti :
·
Menikah
atau mempunyai anak
·
Memulai
sekolah di tempat yang baru, tempat kerja yang baru, atau tempat tinggal yang
baru
·
Kehilangan
orang yang dicintai baik karena meninggal atau cerai
·
Masalah
hubungan pribadi
·
Pelajaran
sekolah maupun pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat dan atau
bekerja dengan atasan yang keras dan kurang pengertian
·
Memiliki
sakit yang tidak kunjung sembuh
·
Lingkungan.
seperti terlalu ramai, terlalu banyak orang atau terlalu panas dalam rumah atau
tempat kerja
·
Masalah
keuangan seperti hutang dan pengeluaran di luar kemampuan
·
Kurang
percaya diri, pemalu
·
Terlalu
ambisi dan bercita-cita terlalu tinggi
·
Perasaan
negatif seperti rasa bersalah dan tidak tahu cara pemecahannya, frustasi
·
Tidak
dapat bergaul, kurang dukungan kawan
·
Membuat
keputusan masalah yang bisa merubah jalan hidupnya atau dipaksa untuk merubah
nilai-nilai/ prinsip hidup pribadi
AKIBAT
Akibat stres tergantung dari reaksi seseorang terhadap stres. Stres
merupakan bagian dari kehidupan manusia. Stres yang ringan berguna dan dapat memacu
seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih cepat
dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari.
Stres ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah
dalam kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin. Tetapi stres yang terlalu
banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi akan berbahaya bagi
kesehatan.
Umumnya stres yang berlarut-larut menimbulkan perasaan cemas,
takut, tertekan, kehilangan rasa aman, harga diri terancam, gelisah, keluar keringat
dingin, jantung sering berdebar-debar, pusing, sulit atau suka makan dan sulit
tidur. Kecemasan yang berat dan berlangsung lama akan menurunkan kemampuan dan
efisiensi seseorang dalam menjalankan fungsi-fungsi hidupnya dan pada akhirnya
dapat menimbulkan berbagai macam gangguan jiwa.
F.
Cara Menanggulangi Stress
Mengetahui gejala
stress sedari dini akan sangat menguntungkan bagi kesehatan jiwa serta fisik Anda. Dengan demikian sebelum Anda benar-benar divonis
stress atau bahkan depresi oleh dokter, Anda bisa segera “memperbaiki” itu
semua. Gejala stress memang rentan menjangkiti siapa saja. Sebelum gejala
tersebut berubah menjadi stress, Anda bisa melakukan beberapa hal yang dapat
mengubah itu semua. Mengubah gejala stress yang Anda rasakan menjadi kembali
segar dan prima.
Apabila dilihat
penyebab gejala stress adalah keadaan yang sudah sangat penat, kegiatan
sehari-hari yang sudah sangat membosankan, serta pekerjaan yang sepertinya tidak pernah ada habisnya. Berdasarkan hal itu, beberapa
hal yang dapat mengurangi atau menghilangkan gejala stress dari pikiran Anda
adalah dengan melakukan apapun yang Anda sukai, seperti berlibur bersama keluarga.
Selain itu, cara menanggulangi stress yang
pertama adalah mengenal dan menyadari sumber-sumber stres. Selanjutnya kita harus
membina kedewasaan kepribadian melalui pendidikan, pengalaman hidup, mengembangkan
hidup sehat. Antara lain dengan cara merasa cukup dengan apa yang dimilikinya,
tidak tergesa-gesa mencapai ingin mencapai keinginannya, menyadari perbedaan
antara keinginan dan kebutuhan dan sebagainya.selain itu, hendaknya kita selalu
mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala sesuatu yang terjadi
dengan tetap beriman kepadaNya. Minta bimbingan kepada sahabat terdekat,
orang-orang yang lebih dewasa, psikolog, orang yang dewasa kerohaniaanya. Hindarkan
sikap-sikap negatif antara lain: memberontak terhadap keadaan, sikap apatis,
marah-marah. Hal-hal tersebut tidak menyelesaikan masalah tetapi justru membuka
masalah yang baru.
G.
Stres Traumatik
a.
Pengertian Stress Traumatik
Stress Traumatik adalah keadaan internal
yang dapat diakibatkan oleh kejadian membahayakan yang tidak dapat
ditanggung oleh kemampun normal seseorang sehingga menimbulkan efek jangka
panjang. Kejadian ini bersifat mendadak dan mengganggu, hal ini dapat berupa
tindakan kekerasan pakan yang nyata, ancaman atau kejadian yang tegolong tidak
biasa dalam kehidupan sehari- hari.
b.
Gejala-gejala Stres Traumatik
Gejala-gejala stres antara lain : (a) Mengalami
mimpi buruk berulang kali mengenai kejadian buruk itu dan insomnia. (b) Menarik
diri dari lingkungan. Misalnya menghindari tempat-tempat yang akan menimbulkan
trauma atau tidak mau melakukan kegiatan-kegiatan yang disuka. (c) Gangguan
makan: mual dan muntah, kesulitan makan, atau justru kebutuhan sangat meningkat
untuk mengkonsumsi makanan. (d) Hiperaktif yang negatif, punya kegelisahan yang
berlebihan, rasa kekuatiran yang tidak masuk akal dan sikap yang tak tenang.
(e) Kewaspadaan berlebih, kebutuhan besar untuk menjaga dan melindungi diri.
(f) Merasa terganggu bila diingatkan, atau teringat tentang traumanya
(oleh sesuatu yang dilihatnya, didengar, dirasakan, dicium, atau dirasakan
(lidah).
Gejala – gejala
individu yang mengalami trauma dapat dibagi menjadi empat kategori. Seseorang yang mendapat pengalaman traumatis
akan memperlihatkan beberapa gejala dan kombinasinya. Gejala-gejala yaitu:
·
Memutar kembali peristiwa traumatis seperti.
Seseorang yang mengalami trauma sering merasa peristiwanya terulang
kembali. Hal ini biasanya disebut flashback, atau menghidupkan kembali
peristiwa. Orang ini mungkin mempunyai gambaran mental di kepalanya tentang
trauma, mengalami mimpi buruk, atau bahkan mungkin mengalami halusinasi tentang
trauma. Gejala ini sering menyebabkan seseorang kehilangan ”saat sekarang” dan
bereaksi seolah-olah mereka mengalaminya seperti awal trauma terjadi. Contoh,
beberapa tahun kemudian seorang anak akibat penganiayaan mungkin akan
bersembunyi gemetaran di closet bila merasa ketakutan, meskipun ketakutan itu
tidak berhubungan dengan penganiayaan.
·
Penghindaran.
Seseorang yang mengalami trauma berusaha untuk menghindari segala sesuatu
yang mengingatkan mereka kembali pada kejadian traumatis. Mereka mungkin akan
menghindari orang-orang, tempat, benda-benda yang mengingatkan, termasuk juga bersikap
dingin untuk menghindari rasa sakit, perasaan yang berlebihan. Membekukan
pikiran dan perasaan akibat trauma disebut juga ”disasociation” dan
merupakan karakteristik trauma.
·
Pelampiasan.
Seseorang
yang menderita trauma kadang mengkonsumsi obat-obatan penenang atau alkohol
atau rokok untuk menghindari ingatan-ingatan dan perasaan yang berhubungan
dengan trauma. Dengan mengkonsumsi obat-obatan penenang atau alkohol atau rokok
memang mereka dapat merasa tenang, tetapi hal itu sifatnya hanya sementara.
·
Pemicu.
Gejala-gejala pemicu
psikologis dan fisiologis sangat berbeda-beda pada orang-orang dengan trauma.
Mereka mungkin sangat cemas, mudah gelisah, mudah tersinggung atau marah, dan
mungkin mengalami sulit tidur seperti insomnia, atau mimpi buruk. Mereka akan
terlihat terus menerus waspada dan mengalami kesulitan konsentrasi. Sering
orang dengan trauma akan mengalami panic attack yang dibarengi
dengan nafas yang pendek dan sakit di bagian dada.
·
Perasaan bersalah.
Sering seseorang merasa
bersalah tentang apa yang telah terjadi dan mereka salah meyakini bahwa mereka
pantas untuk disalahkan atau pantas mendapatkan hukuman.
c.
Tindakan yang Bisa Dilakukan untuk Menolong :
* Anda harus bersedia mendampingi si teman kapan saja dibutuhkan.
* Hindari bertanya tentang rentetan kejadian yang dialaminya karena
pertanyaan Anda bisa meninggalkan trauma lebih dalam.
* Anda harus bersedia menerima kondisi si teman seperti apa adanya.
Jangan pernah membandingkannya dengan orang lain yang mengalami peristiwa yang sama
tapi bisa bangkit seperti sediakala. Hal itu akan membuatnya lebih terpuruk ke
dalam perasaan yang tidak berdaya.
* Melakukan kegiatan yang disukainya. Hal ini dapat membantunya keluar
dari rasa trauma yang dialaminya.
DAFTAR
RUJUKAN
Hawari,
Dadang. 1996.Al-Quran, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa. hal 416-417. Yogyakarta: Victory Jaya Abadi.
www.rumahbelajarpsikologi.com/index.php/tag/secondary-traumatic-stress
Tidak ada komentar:
Posting Komentar