BAB I
PENDAHULUAN
A.
Asas-Asas Konseling
1) Asas
Konseling
Asas-asas bimbingan dan konseling yaitu ketentuan yang harus
diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas tersebut
diikuti dan terselenggara dengan baik maka proses pelayanan akan mengarah pada
pencapaian tujuan. Asas-asas yang dimaksud adalah :
a. Asas
kerahasiaan :
Segala sesuatu yang
disampaikan klien kepada konselor tidak boleh untuk disampaikan kepada orang
lain ataupun tidak layak untuk orang lain mengetahui. Bila asas kerahasiaan ini
berjalan maka konselor akan mendapat kepercayaan dari semua pihak
b. Asas
kesukarelaan :
Proses bimbingan dan
konseling haruslah berlangsung dengan kesukarelaan baik dari klien maupun
konselor, tanpa adanya paksaan. Sehingga klien akan bebas menceritakan
masalahnya
c. Asas
keterbukaan :
Klien tidak hanya
sekedar bersedia menerima saran-saran dari konselor tetapi juga agar apa yang
ada di dirinya dapat diketahui terutama oleh konselor sehingga memudahkan
proses memecahkan masalahnya
d. Asas
kekinian :
Masalah yang
ditanggulangi adalah masalah yang dirasakan saat ini bukan masalah masa lalu
atau masa yang akan datang. Jikalau ada masalah berkaitan dengan masa lalu
hanya sekedar pada latar belakang masalah atau latar depan dari permasalahan
yang sedang dihadapi sekarang
e. Asas
kemandirian :
Pelayanan bimbingan
dan konseling bertujuan untuk menjadikan klien dapat berdiri sendiri, dan tidak
bergantung pada orang lain
f. Asas
kegiatan :
Tujuan dari
konseling ini tidak akan tercapai bila tanpa ada kegiatan. Oleh karena itu
klien harus ikut aktif dalam kegiatan konseling
g. Asas
kedinamisan :
Usaha pelayanan
bimbingan konseling mengarah pada terjadinya perubahan pada diri klien ke arah
yang lebih baik dan menuju suatu pembaharuan yang dinamis sesuai dengan
perkembangan yang dikehendaki
h. Asas
keterpaduan :
Pelayanan bimbingan
konseling berusaha memadukan sebagian aspek kepribadian klien
i.
Aspek kenormatifan :
Usaha layanan
bimbingan konseling tidak boleh melanggar dari norma-norma yang berlaku
j.
Aspek keahlian :
Bimbingan konseling
haruslah ditangani oleh seseorang yang benar-benar ahli di bidang bimbingan dan
konseling
k. Asas
alih tangan :
Bila konselor tidak
dapat menangani permasalahan setelah segala kemampuannya dikerahkan maka
sebaiknya konselor melakukan alih tangan kepada pihak / badan lain yang lebih
ahli / kompeten
l.
Asas tut wuri handayani :
Asas ini menuntut
pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan hanya pada saat klien
mengalami masalah tetapi juga di luar hubungan proses bantuan bimbingan
konseling hendaknya dirasakan adanya manfaat dari pelayanan bimbingan konseling
tersebut
2) Asas
Konseling Pernikahan
Faqih
(2000: 85-89), menyatakan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling perkawinan
Islam harus memegang beberapa asas. Asas-asas tersebut antara lain :
a.
Asas
kebahagian dunia akhirat
Perkawinan bukan
saja merupakan sebuah sistem hidup yang diatur oleh negara tetapi juga
merupakan sistem kehidupan yang syarat dengan tuntunan agama. Karenanya setiap
kali muncul permasalah dalam perkawinan yang dijalani, segala upaya pemecahan
masalah selalu diupayakan terselesaikannya masalah sekarng ini dan mendapatkan
kebaikan pula dari sisi tuntunan agama.
b.
Asas
sakinah mawadah warahmah
Keluarga bahagia
dan kekal merupakan tujuan dari perkawinan. Untuk mencapai itu semua landasan
cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang membentuk didalamnya menjadi
sangat penting. Karenanya proses bimbingan konseling perkawinan juga harus
tetap berpegang pada asas ini.
c.
Asas
sabar dan tawakal
Segala
permasalahan dalam rumah tangga pada dasarnya dapat dicari penyelesaiannya
dengan baik. Kuncinya adalah usaha dari suami dan istri untuk terus mencari
jalan keluar dan berpasrah diri pada Tuhan. Konselor dapat membantu pasangan
untuk tetap tegar dan berusaha mencari solusi terbaik dari setiap masalah yang
ada.
d.
Asas
komunikasi dan musyawarah
Komunikasi
menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan keluarga. Banyaknya masalah
yang muncul sering kali karena komunikasi yang terjalin antara anggota keluarga
tidak harmonis dan baik. Karenanya dalam melakukan penyelesaian masalah
komunikasi dan musyawarah antar kedua belah pihak harus dilakukan sehingga
segala masalah dapat teratasi.
e.
Asas
manfaat
Dalam melakukan
layanan Bimbingan dan Konseling perkawinan, asas manfaat menjadi sangat penting
diterapkan. Kendati masalah yang dihadapi suami istri sangat rumit, segala
upaya dan solusi harus di cari dengan memperhatikan manfaat yang lebih besar
dapat diperoleh dibandingkan dengan kerugiannya.
B.
Tujuan
Konseling Keluarga
Tujuan
Konseling keluarga di antaranya yaitu :
a)
Membantu
individu memecahkan timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan pernikahan
b) Membantu individu memecahkan masalah
–masalah yang berkaitan dengan pernikahan dan kehidupan berumah tangga,
c) Membantu individu memelihara situasi dan
kondisi pernikahan dan rumah tangga agar tetap baik dan mengembangkannya agar
jauh lebih baik,
BAB II
PELAKSANAAN STUDI KASUS
A. Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga
1) Identitas Klien
Nama :
Endang Sulastri (Inisial : ES)
Tempat/Tgl
Lahir : Kebumen / 29 Februari 1970
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sukabumi,
Cepogo, Boyolali
Problem : jenis KDRT adalah non
verbal dan bukan siksaan fisik. Setiap hari didiamkan saja oleh suaminya. Bu ES
merasa sedih karena dianggap seperti patung hidup saja.
2)
Kasus
Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) tidak hanya berbentuk pemukulan saja. Banyak macam dari KDRT,
namun yang lebih pedih bila KDRT tersebut menyerang psikis, seperti hinaan
maupun malah didiamkan terus menerus, dianggap pajangan, tidak dimarahi, tidak
disakiti, tidak juga dipedulikan. Apabila suami melakukan penyerangan psikis
tersebut, istri akan merasa sedih dan marah juga. Seperti halnya kasus yang
dialami oleh Bu ES, beliau sudah enam bulan ini merasa tidak diperhatikan oleh
suaminya. Setiap suaminya pulang dari bekerja (Pak Parno bekerja sebagai
pegawai kecamatan), hanya menyapa seperlunya saja dan selebihnya diam. Bahkan
makan bersamapun tidak pernah, suaminya mendahului makan atau menunggu nanti
setelah istrinyanya selesai makan barulah Pak Parno makan.
Dari pernikahan
tersebut, Pak Parno dan Bu ES dikaruniai dua orang anak. Anak pertama telah
kuliah di perguruan tinggi di Surakarta dan anak kedua berusia berada di Pondok
Pesantren Modern di Kebumen (dekat rumah orang tua Bu ES). Hubungan Pak Parno
dengan kedua anaknya tetap baik, beliau masih perhatian dan sering bercanda
apabila anak-anak liburan di rumah, hanya dengan Bu ES saja Pak Parno bermuka
masam.
Walau uang belanja
tetap dicukupi, akan tetapi Bu ES tidak bahagia. Bu ES merasa sebagai istri tidak
diapa-apakan, dianggap seperti patung penghias rumah. Kalaupun foto sekeluarga maupun
pergi ketempat hajatan bersama hanya untuk menunjukkan bahwa keluarga Pak Parno
sakinah. dan baik baik saja sehingga Bu ES merasa sebagai pelengkap. Bahkan dalam
ceritanya Bu ES menangis dan berkata, "Lha memang aku ini apa? Patung? Diperlakukan
dengan seenaknya saja, didiamkan saja, tidak boleh kerja dengan alasan rumah
kosong siapa yang jaga. Kalau suami pulang masa nggak ada orang”. Bu Es
benar-benar merasa sudah tidak diharapkan lagi, kalau malam hari Pak Parno
berkumpul dengan bapak-bapak di tempat ronda dan tidur di depan televisi maupun
di kamar anaknya (kalau anaknya tidur di kos), jadi sangat jarang Bu Es
berbicara dengan Pak Parno. Terkadang Bu ES ingin bercerai saja, tetapi beliau
masih sayang dengan suami dan anak-anaknya dan tidak mau apa bila rumah tangga
yang sudah dibangun lama kandas. Dan juga Bu ES merasa Pak Parno begitu bukan
karena orang ketiga, kalau harus bercerai juga sangat disayangkan.
3) Penyelesaian
Catatan :
tidak mungkin layanan konseling yang dilakukan dalam waktu 3 hari dapat
langsung menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, dalam bagian penyelesaian ini
akan diberikan beberapa alternative jalan keluar yang bisa dilakukan oleh klien.
Dalam kasus Bu ES ini, dapat diketahui
bahwa ada sesuatu yang membuat Pak Parno berubah, dan itu hanya pada istrinya
saja bukan pada anak-anaknya. Bisa saja masalah itu timbul dari Bu ES sendiri
tanpa dia sadari. Dari beberapa asas konseling, sebenarnya masalah ini bisa
diselesaikan dengan berpedoman pada asas
konseling pernikahan. Berikut alternatif jalan keluar yang disesuaikan dengan
asas-asas tersebut :
·
Asas
kebahagian dunia akhirat
Sebenarnya Bu ES
juga telah menyadari bahwa cerai belum tentu menyelesaikan masalah dan juga
belum tentu akan bahagia. Akan tetapi bersama tetapi tidak dianggap setiap hari
juga bukan sesuatu yang membuat bahagia.
ð Jalan keluarnya untuk mencapai asas kebahagiaan dunia
akhirat adalah tetap berfikir jernih dan membuang jauh pemikiran bahwa
perceraian merupakan jalan keluar satu-satunya. Hal tersebut akan menguatkan
hati dan dapat melaksanakan langkah-langkah selanjutnya.
·
Asas
sakinah mawadah warahmah
Perjalanan
pernikahan 23 tahun bukan waktu yang sebentar, kalau tidak dilandasi oleh cinta
dan kasih sayang mak tidak akan sampai 23 tahun. Perlu kesadaran keduabelah
pihak tentang perjalanan bahagia yang telah ditempuh selama ini
ð Jalan keluar
untuk mencapai asas ini adalah perlunya instrospeksi diri dari keduabelah
pihak. Sehingga tidak ada yang merasa paling benar maupun yang salah. Apabila
sudah saling menyadari maka akan mempermudah komunikasi saat konseling
dilaksanakan.
·
Asas
sabar dan tawakal
Sebagai seorang
konselor hanya bisa menguatkan Bu ES agar tegar dalam menghadapi masalahnya.
Jangan sampai karena masalah yang belum jelas tersebut anak-anak juga ikut
merasakan akibatnya.
·
Asas
komunikasi dan musyawarah
Sebuah masalah
tidak akan dapat terpecahkan apabila tidak ada komunikasi antara Bu Es dan Pak
Parno. Perlu diadakan pertemuan untuk menanyakan apa yang membuat Pak Parno
memperlakukan istrinya seperti itu. Sehingga jelas apa kemauan antara keduanya.
·
Asas
manfaat
Konselor
memberikan pemahaman bahwa kesadaran untuk menyelesaikan masalah lebih besar
manfaatnya dari pada tetap diam dan tidak berbuat apa-apa.
DAFTAR
PUSTAKA
Willis, Sopyan S. 2011. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta
Nurihsan, Juntika. 2011. Bimbingan dan Konseling, dalam Berbagai Latar Belakang Kehidupan.
Bandung: Refika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar