Sebelum
membahas tentang faktor penentu kualitas pendidikan, alangkah baiknya jika
dibahas terlebih dahulu tentang definisi kualitas pendidikan yang baik itu.
Kualitas sendiri hampir sama dengan kata ‘mutu’ atau tingkatan baik dan
buruknya sesuatu. Akan tetapi jika kita kaitkan dalam dunia pendidikan kualitas
ini mengacu pada proses pendidikan dan juga pada hasil dari pendidikan itu
sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa definisi kualitas pendidikan disini
menyangkut kemampuan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam mengoptimalkansumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar peserta didikseoptimal mungkin baik dari segi intelektual maupun perilaku yang ditampilkan
oleh peserta didik serta kualitas pendidikan itu tidak hanya hasil dari
pendidikan saja tetapi semua aspek yang menunjang pendidikan itu mengalami
peningkatan kearah yang lebih baik.
Akan
tetapi pada kenyataanya kualitas pendidikan saat ini belum mampu menyetak
sumber daya manusia yang berkualitas. Berkualitas yang dimaksud di sini adalah
dari segi budi pekerti, perilaku dan tindakan. Sebagian dari mereka masih
meningkatkan kemampuan pada aspek kognitif saja dan mengabaikan aspek lain. Dan
hasilnya, di Indonesia ini mencetak ahli yang pandai-pandai luar biasa, tetapi
perilaku mereka “tidak sehat” misalnya tawuran, demonstrasi yang anarki, dan
yang paling fenomenal saat ini adalah korupsi. Kita tidak menutup mata, bahwa
mereka yang korupsi adalah orang-orang yang pandai dan berpendidikan tinggi.
Itukah hasil yang benar-benar diharapkan dari dunia pendidikan?
Dapat
dilihat dalam koran Kompas, Selasa 20
September 2011 halaman 26, terdapat pembahasan tentang “Kalau Siswa
Brutal, Guru Perlu Dipertanyakan”,. Disana Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto
mengatakan, “kalau anak-anak sekolahnya
brutal, maka guru-gurunya perlu dipertanyakan sebab guru bukan cuma mengajarkan
pelajaran tetapi juga perilaku.” Disana dibahas tentang tawuran yang sering
terjadi antar pelajar, hal ini sungguh sangat mencoreng dunia pendidikan.
Pendidikan yang seharusnya membentuk moral dan karakter malah seperti membentuk
para penguasa rimba, apakah ini yang kita harapkan dari hasil pendidikan? Siapakah
dalam hal ini yang harus bertanggungjawab?
Dunia pendidikan bukan hanya
mendidik seorang anak menjadi seorang pandai dan pemberani, dan jika
diibaratkan seperti merubah anak kambing menjadi anak singa. Tetapi dunia
pendidikan ini diharapkan menjadi sarana untuk mengoptimalkan potensi yang
dimiliki seorang anak dalam hal ini peserta didik baik dari aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Jadi bukan hanya
meningkatkan kepandaiannya saja tetapi spiritualnya juga dibangun, sehingga
bisa menjadi generasi yang benar-benar pantas disebut sebagai “generasi penerus
bangsa”.
Kualitas
pendidikan saat ini masih sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yang pertama
adanya guru yang berkualitas. Guru yang berkualitas yang dimaksud adalah
seorang guru yang disamping mengajar dia juga mampu mendidik, dalam hal ini
mendidik moral bagi para peserta didiknya. Seorang guru hendaknya mampu menjadi
contoh yang baik bagi peserta didik. Misalnya dalam hal kecil saja, guru duduk
ditepi meja saat menerangkan, itu saja sebenarnya sudah memberikan suatu pendidikan
sopan santun yang salah, duduk itu di kursi, bukan di meja. Ini ada kaitannya
dengan membentuk generasi yang hebat, jika ingin membentuk generasi yang jenius
dan beradap maka yang ditata lebih dahulu adalah karakternya.
Faktor
yang kedua, kualitas pendidikan juga harus ditunjang dengan adanya bahan ajar
dan buku yang bermutu. Jika buku-buku yang ada adalah buku jadul serta bahan
ajar yang digunakan menggunakan bahan ajar yang itu-itu saja, maka peserta
didik tidak akan berkembang. Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan
itu berkembang, maka semua bahan ajar juga harus up to date sesuai dengan
tuntutan zaman. Yang ketiga adalah sarana dan prasarana yang mendukung, banyak
dari kita adalah menjadi sarjana teori. Hafal teori dari A sampai Z, tetapi
tidak mampu menerapkannya dalam dunia kerja karena waktu sekolah sarana dan
prasarana yang kurang mendukung. Mungkin di kota besar sarana dan prasarana
sudah maju, tetapi bagaimana dengan daerah pinggiran dan pedesaan? Bukankah itu
juga memerlukan guna meningkatkan kualitas pendidikan?
Dan
yang terakhir, disamping diberikan ilmu pengetahuan yang modern, peserta didik
juga dijarkan tentang pendalaman ajaran agama dan budaya kearifan lokal di
daerah tempat ia tinggal. Dalam semua ajaran agama, pasti menekankan untuk
selalu melakukan tindakan terpuji dan menjauhi tindakan tercela. Jika anak
telah diajarkan tentang agama, maka dapat meminimalisir pengaruh buruk
globalisasi yang saat ini mau tidak mau harus dihadapi. Begitu juga dengan
budaya kearifan lokal, saat ini rasa nasionalisme anak Indonesia hanyalah
nasionalisme semu. Tiada salahnya jika peserta didik diajak untuk bangga
terhadap kebudayaan yang ada disekitarnya. Karena di dalam sebuah budaya
kearifan lokal ada nilai-nilai kejujuran, kesopanan, menghargai dan
tolong-menolong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar