Rabu, 04 Desember 2013

MAKNA KELUARGA DAN MAKNA PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT SOLO


Bimbingan dan Konseling Keluarga


A.    KELUARGA
Sebelum membahas perkawinan lebih lanjut, akan dijelaskan terlebih dahulu makna dari keluarga. Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal. Dikatakan demikian karena di dalamnya terdapat anak anak yang dipersiapkan untuk berkembang dan tumbuh. Keluarga adalah lembaga masyarakat paling kecil tetapi paling penting, karena pendidikan awal anak juga dari interaksi dalam keluarga. Dr. Kenneth Chafin dalam bukunya Is There a Family in the House? memberi gambaran tentang maksud keluarga dalam lima identifikasi, yaitu:
1.      Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi, hubungan sosial, kasih dan rohani. Manusia diciptakan memiliki kemampuan sehingga mempunyai potensi untuk bertumbuh.
2.      Keluarga merupakan pusat pengembangan semua aktivitas. Dalam keluarga setiap orang bebas mengembangkan setiap karunianya masing-masing. Di dalam keluarga landasan kehidupan anak dibangun dan dikembangkan.
3.      Keluarga merupakan tempat yang aman untuk berteduh saat ada badai kehidupan. Barangkali orang lain sering tidak memahami kesulitan hidup yang kita rasakan tetapi di dalam keluarga kita mendapat perhatian dan perlindungan.
4.      Keluarga merupakan tempat untuk mentransfer nilai-nilai, laboratorium hidup bagi setiap anggota keluarga dan saling belajar hal yang baik.
5.      Keluarga merupakan tempat munculnya permasalahan dan penyelesaiannya. Tidak ada keluarga yang tidak menghadapi permasalahan hidup. Seringkali permasalahan muncul secara tidak terduga.
Kesimpulannya dalam sebuah keluarga terdapat rasa aman, saling mengasihi, menjaga, dan mengajarkan nilai maupun norma yang nantinya membuat anak siap untuk terjun ke masyarakat. Hal tersebut terjadi karena di dalam keluargalah pendidikan pertama kalinya berlangsung.

B.     PERKAWINAN
Keluarga sah menurut hukum dan adat tidak mungkin terjadi jika tidak diawali dengan pernikahan. Pernikahan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Indonesia kaya akan budaya oleh sebab itu perkawinan juga tergantung budaya setempat sehingga bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan, pada umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.
Perkawinan di Indonesia diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan UU tersebut perkawinan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

C.    PERNIKAHAN
Pengertian pernikahan menurut agama merupakan lafal suatu akad antara wanita dan pria yang dengannya tercipta hubungan suami-istri di antara keduanya, yang diatur oleh undang-undang hak-hak dan kewajiban- kewajibannya, baik terdapat dalam syariat atau dalam undang- undang umum, yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan agama dan undang-undang. Pengucapan lafal akad ini memberi kepada masing-masing mereka hak seksual atas tubuh yang lain. Dan berdasarkan atasnya, terbentuk sel sosial yang di dalamnya wanita dan pria hidup bersama di bawah satu atap, dan dengannya mereka dapat melahirkan anak serta membentuk keluarga, dan menyalurkan naluri kebapakan dan keibuan di dalamnya. Karena naluri seksual, serta naluri kebapakan dan keibuan naluri merupakan naluri asli dalam manusia, maka ketika dua naluri tersebut terpenuhi, akan menciptakan rasa sempurna pada pria dan wanita; hal yang akan memperkaya kepribadian mereka dan kehidupan mereka, dan akan menyebabkan kelanjutan keturunan.
Sedangkan definisi pernikahan menurut Burgess & Locke (1945) adalah pada zaman dahulu pernikahan diartikan sebagai transisi dari sebuah institusi untuk menuju suatu persahabatan, lebih bersifat formal dan mendapat paksaan dari keluarga (otoriter), memiliki disiplin yang sangat tinggi dan melalui ritual-ritual yang rumit sedangkan pada zaman sekarang ini pernikahan lebih diartikan sebagai penggabungan dua keluarga yang di dalamnya terdapat hubungan interpersonal, tidak bersifat memaksa dimana anggotanya saling mengerti dan saling memberikan kasih sayang satu sama lain.
D.    PERNIKAHAN CAMPURAN
Kemajuan zaman bukan hanya memberikan pengaruh akulturasi budaya terhadap suatu bangsa, tetapi juga akulturasi budaya pada kehidupan pribadi, khususnya dalam pernikahan. Pernikahan Antar-Bangsa (PAB) atau pernikahan campuran adalah pernikahan dari dua bangsa yang berbeda dan dari dua budaya yang berbeda pula. Jumlahnya kini di Indonesia mencapai ribuan, tahun 2002 saja tercatat sebanyak 4.420 pasangan, sekarang bisa jadi lebih besar lagi jumlahnya.
Permasalahan utama dalam PAB ini adalah dalam penyesuaian pola komunikasi yang menuntut saling pengertian, karena berasal dari budaya yang berbeda. Budaya Indonesia dan bangsa Asia (atau sering disebut budaya Timur) umumnya memiliki jenis komunikasi High Context communication, di mana apa yang diucapkan belum tentu sama dengan maksud yang sebenarnya. Sementara budaya di negara-negara Barat lebih ke arah Low Context communication, yaitu mengemukakan apa yang ingin disampaikan secara tegas dan apa adanya bahkan di depan publik. Apa yang disampaikan adalah apa yang dirasakan.
Dalam pernikahan campuran ini apabila tidak ada pengertian maka ketika kedua jenis budaya ini bersatu, seringkali memunculkan miss-communication, dan akibat terburuknya adalah muncul konflik antara kedua pihak tersebut. Saling pengertian akan budaya masing-masing mutlak diperlukan untuk meminimalisasi hal tersebut.
E.     MAKNA PERNIKAHAN BAGI MASYARAKAT SOLO
Pernikahan bagi masyakat Solo adalah sesuatu yang sakral dan setiap bagian-bagian dalam prosesi pernikahan tersebut sarat akan makna. Berikut akan dijelaskan makna prosesi perkawinan adat Solo.
a)      Pelaksanaan Pra-nikah
  • Nontoni
Bagian pertama dari rangkaian prosesi pernikahan solo adalah Nontoni. Proses nontoni ini dilakukan oleh pihak keluarga pria. Tujuan dari nontoni adalah untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya, apakah masih legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat ‘lampu hijau’ dari pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan panembung.
  • Panembung
Panembung dapat diartikan sebagai melamar. Dalam melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak pria disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak putrinya diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putrid. Untuk itu pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta waktu untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari.
  • Paningset
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang melamarnya, maka jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana pernikahan. Pada saat itu, orangtua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara srah-srahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara midodareni.
b)      Pelaksanaan Pernikahan
Pelaksanaan pernikahan di Solo mempunyai tatanan yang memuat pokok-pokok tradisi Jawa sebagai berikut :
ü  SOWAN LUHUR
Maksudnya adalah meminta doa restu dari para sesepuh dan piyagung serta melakukan ziarah kubur ke tempat leluhurnya.
ü  WILUJENGAN
Merupakan ritual sebagai wujud permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya dalam melaksanakan hajat diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala halangan. Dalam wilujengan ini memakai sarat berupa makanan dengan lauk-pauk, seperti ‘sekul wuduk’ dan ‘sekul golong’ beserta ingkung (ayam utuh). Dalam wilujengan ini semua sarat ubarampe enak dimakan oleh manusia.
ü  PASANG TARUB
Merupakan tradisi membuat ‘bleketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi manton. Tatacara ini mengambil ‘wewarah’ atau ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Hal itu dilakukan dikarena rumah Ki Ageng kecil tidak dapat memuat semua tamu, sehingga tamu yang diluar diteduhi dengan ‘payon’ itu, sehingga ruang yang dipergunakan untuk para tamu agung menjadi luas dan dapat menampung seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut ‘tarub’, berasal dari nama orang yang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik tangga sedangkan ibu memegangi tangga sambil membantu memberikan ‘bleketepe’ (anyaman daun kelapa). Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga.
ü  PASANG TUWUHAN
Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga. Tuwuhan terdiri dari :
v  Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak. Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah diharapkan pasangan yang akan menikah telah mempunyai pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.
v  Tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing memanis atau sumber manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan ‘kewicaksanaan’ atau kebijakan.
v  Cengkir gadhing. Merupakan symbol dari kandungan tempat si jabang bayi atau lambing keturunan.
v  Daun randu dari pari sewuli. Randu melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan. Sehingga hal itu bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya.
v  Godhong apa-apa (bermacam-macam dedaunan). Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan agar terbebas dari segala halangan.

c)      Siraman dan Sade Dawet (Dodol Dawet)
Siraman
Peralatan yang dipakai untuk siraman adalah sekar manca warna yang dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar, dan tumpeng robyong. Air yang dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber air, atau air tempuran. Orang yang menyiram berjumlah 9 orang sesepuh termasuk ayah. Jumlah sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dan Islam. Selain itu angka sembilan juga bermakna ‘babakan hawa sanga’ yang harus dikendalikan.
Pelaksanaan tradisi ini :
Masing-masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai wanita memecah klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging mecah pamore anakku’. Seusai siraman calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian rambut di tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan rambut tersebut diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah. Upacara ini bermakna membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita.
Sedangkan rambut yang basah sehabis siraman dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya ‘dihalubi-halubi’ atau dibuat cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel konde tanpa perhiasan, dan tanpa bunga.
Dodol Dawet
Pada saat calon pengantin dibuat cengkorong paes itu, kedua orangtua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’ (menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambang kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan ‘kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri , harus saling membantu. 
d)      Sengkeran
Setelah calon pengantin wanita ‘dihaluh-halubi’ atau dibuat cengkorong paes lalu ‘disengker’ atau dipingit. Artinya tidak boleh keluar dari halaman rumah.
Hal ini untuk menjaga keselamatannya. Pemingitan ini dulu dilakukan selama seminggu, atau minimal 3 hari. Yang mana dalam masa ini, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.
e)      Midodareni atau Majemukan
Malam menjelang dilaksanakan ijab dan panggih disebur malam midodareni. Midodareni berasal dari kata widodari. Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa pada malam tersebut, para bidadari dari kayangan akan turun ke bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin wanita, untuk menyempurnakan dan mepercantik pengantin wanita. Prosesi yang dilaksanakan pada malam midodareni :
*      Jonggolan
Datangnya calon pengantin ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin wanita, calon pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih.
*      Tantingan
Kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar, menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya kepada orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.
*      Turunnya Kembar Mayang
Turunnya kembar mayang merupakan saat sepasang kembar mayang dibuat. Kembar mayang ini milik para dewa yang menjadi persyaratan, yaitu sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah tangga. Dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari dewa, sehingga apabila sudah selesai dikembalikan lagi ke bumi atau dilabuh melalui air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir dan batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru, berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu. Maksudnya adalah wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.
*      Wilujengan Majemukan
Wilujengan Majemukan adalah silahturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyerahkan angsul-angsul atau oleh-oleh berupa makanan untuk dibawa pulang kepada ibu calon pengantin pria. Sesaat sebelum rombongan pulang, orang tua calon pengantin wanita memberikan kepada calon pengantin pria.
f)       Ijab Pernikahan
Pelaksanaan ijab pernikahan ini mengacu pada agama yang dianut oleh pengantin. Dalam tata cara Keraton, saat ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu, tempat duduk penghulu maupun mempelai diatur sebagai berikut :
§  Pengantin laki-laki menghadap barat
§  Naib di sebelah barat menghadap timur
§  Wali menghadap ke selatan, dan para saksi bisa menyesuaikan

Sumber
Kompasiana: http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/25/lika-liku-pernikahan-campuran/nd
Wikipedia.com dst

Tidak ada komentar:

Posting Komentar