Bimbingan dan Konseling Keluarga
A. KELUARGA
Sebelum
membahas perkawinan lebih lanjut, akan dijelaskan terlebih dahulu makna dari
keluarga. Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal. Dikatakan
demikian karena di dalamnya terdapat anak anak yang dipersiapkan untuk
berkembang dan tumbuh. Keluarga adalah lembaga masyarakat paling kecil tetapi
paling penting, karena pendidikan awal anak juga dari interaksi dalam keluarga.
Dr. Kenneth Chafin dalam bukunya Is There a Family in the House? memberi
gambaran tentang maksud keluarga dalam lima identifikasi, yaitu:
1. Keluarga
merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi, hubungan sosial,
kasih dan rohani. Manusia diciptakan memiliki kemampuan sehingga mempunyai
potensi untuk bertumbuh.
2. Keluarga
merupakan pusat pengembangan semua aktivitas. Dalam keluarga setiap orang bebas
mengembangkan setiap karunianya masing-masing. Di dalam keluarga landasan
kehidupan anak dibangun dan dikembangkan.
3. Keluarga
merupakan tempat yang aman untuk berteduh saat ada badai kehidupan. Barangkali
orang lain sering tidak memahami kesulitan hidup yang kita rasakan tetapi di
dalam keluarga kita mendapat perhatian dan perlindungan.
4. Keluarga
merupakan tempat untuk mentransfer nilai-nilai, laboratorium hidup bagi setiap
anggota keluarga dan saling belajar hal yang baik.
5. Keluarga
merupakan tempat munculnya permasalahan dan penyelesaiannya. Tidak ada keluarga
yang tidak menghadapi permasalahan hidup. Seringkali permasalahan muncul secara
tidak terduga.
Kesimpulannya
dalam sebuah keluarga terdapat rasa aman, saling mengasihi, menjaga, dan mengajarkan nilai maupun norma yang nantinya membuat anak siap untuk terjun ke
masyarakat. Hal tersebut terjadi karena di dalam keluargalah pendidikan pertama
kalinya berlangsung.
B.
PERKAWINAN
Keluarga sah
menurut hukum dan adat tidak mungkin terjadi jika tidak diawali dengan
pernikahan. Pernikahan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian
hukum
antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan
suatu pranata
dalam budaya
setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim dan
seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan.
Umumnya
perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Indonesia kaya
akan budaya oleh sebab itu perkawinan juga tergantung budaya setempat
sehingga bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda
juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan
sebagai pelanggaran terhadap perkawinan, pada umumnya perkawinan harus diresmikan
dengan pernikahan.
Perkawinan di Indonesia diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan UU tersebut
perkawinan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
C.
PERNIKAHAN
Pengertian pernikahan
menurut agama merupakan lafal suatu akad antara wanita dan pria yang dengannya
tercipta hubungan suami-istri di antara keduanya, yang diatur oleh
undang-undang hak-hak dan kewajiban- kewajibannya, baik terdapat dalam syariat
atau dalam undang- undang umum, yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan agama
dan undang-undang. Pengucapan lafal akad ini memberi kepada masing-masing
mereka hak seksual atas tubuh yang lain. Dan berdasarkan atasnya, terbentuk sel
sosial yang di dalamnya wanita dan pria hidup bersama di bawah satu atap, dan
dengannya mereka dapat melahirkan anak serta membentuk keluarga, dan
menyalurkan naluri kebapakan dan keibuan di dalamnya. Karena naluri seksual,
serta naluri kebapakan dan keibuan naluri merupakan naluri asli dalam manusia,
maka ketika dua naluri tersebut terpenuhi, akan menciptakan rasa sempurna pada
pria dan wanita; hal yang akan memperkaya kepribadian mereka dan kehidupan
mereka, dan akan menyebabkan kelanjutan keturunan.
Sedangkan definisi
pernikahan menurut Burgess & Locke
(1945) adalah pada zaman dahulu pernikahan diartikan sebagai transisi dari
sebuah institusi untuk menuju suatu persahabatan, lebih bersifat formal dan
mendapat paksaan dari keluarga (otoriter), memiliki disiplin yang sangat tinggi
dan melalui ritual-ritual yang rumit sedangkan pada zaman sekarang ini
pernikahan lebih diartikan sebagai penggabungan dua keluarga yang di dalamnya
terdapat hubungan interpersonal, tidak bersifat memaksa dimana anggotanya
saling mengerti dan saling memberikan kasih sayang satu sama lain.
D.
PERNIKAHAN
CAMPURAN
Kemajuan
zaman bukan hanya memberikan pengaruh akulturasi budaya terhadap suatu bangsa,
tetapi juga akulturasi budaya pada kehidupan pribadi, khususnya dalam
pernikahan. Pernikahan Antar-Bangsa (PAB) atau pernikahan campuran adalah
pernikahan dari dua bangsa yang berbeda dan dari dua budaya yang berbeda pula.
Jumlahnya kini di Indonesia mencapai ribuan, tahun 2002 saja tercatat sebanyak
4.420 pasangan, sekarang bisa jadi lebih besar lagi jumlahnya.
Permasalahan
utama dalam PAB ini adalah dalam penyesuaian pola komunikasi yang menuntut
saling pengertian, karena berasal dari budaya yang berbeda. Budaya Indonesia
dan bangsa Asia (atau sering disebut budaya Timur) umumnya memiliki jenis
komunikasi High Context communication, di mana apa yang diucapkan
belum tentu sama dengan maksud yang sebenarnya. Sementara budaya di
negara-negara Barat lebih ke arah Low Context communication, yaitu
mengemukakan apa yang ingin disampaikan secara tegas dan apa adanya bahkan di
depan publik. Apa yang disampaikan adalah apa yang dirasakan.
Dalam
pernikahan campuran ini apabila tidak ada pengertian maka ketika kedua jenis
budaya ini bersatu, seringkali memunculkan miss-communication, dan
akibat terburuknya adalah muncul konflik antara kedua pihak tersebut. Saling
pengertian akan budaya masing-masing mutlak diperlukan untuk meminimalisasi hal
tersebut.
E.
MAKNA
PERNIKAHAN BAGI MASYARAKAT SOLO
Pernikahan bagi masyakat Solo adalah sesuatu yang sakral dan
setiap bagian-bagian dalam prosesi pernikahan tersebut sarat akan makna.
Berikut akan dijelaskan makna prosesi perkawinan adat Solo.
a) Pelaksanaan
Pra-nikah
- Nontoni
Bagian pertama dari rangkaian
prosesi pernikahan solo adalah Nontoni. Proses nontoni ini dilakukan oleh pihak
keluarga pria. Tujuan dari nontoni adalah untuk mengetahui status gadis yang
akan dijodohkan dengan anaknya, apakah masih legan (sendiri) atau telah
memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai
terjadi benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi
menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat ‘lampu
hijau’ dari pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan panembung.
- Panembung
Panembung dapat diartikan sebagai
melamar. Dalam melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya
dilakukan sendiri oleh pihak pria disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian
ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai
beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud
kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak putrinya
diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada
keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putrid. Untuk itu pihak
pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului
kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj menurunkan
wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta waktu untuk memberikan
jawaban sekitar sepasar atau 5 hari.
- Paningset
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang
melamarnya, maka jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus
memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar
kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana pernikahan.
Pada saat itu, orangtua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran
dengan pasrah paningset (sarana pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh
pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat
lima hari sebelum pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan,
acara srah-srahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara
midodareni.
b) Pelaksanaan
Pernikahan
Pelaksanaan pernikahan di Solo mempunyai tatanan yang memuat
pokok-pokok tradisi Jawa sebagai berikut :
ü SOWAN LUHUR
Maksudnya adalah meminta doa restu
dari para sesepuh dan piyagung serta melakukan ziarah kubur ke tempat
leluhurnya.
ü WILUJENGAN
Merupakan ritual sebagai wujud
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya dalam melaksanakan hajat diberi
keselamatan dan dijauhkan dari segala halangan. Dalam wilujengan ini memakai
sarat berupa makanan dengan lauk-pauk, seperti ‘sekul wuduk’ dan ‘sekul golong’
beserta ingkung (ayam utuh). Dalam wilujengan ini semua sarat ubarampe enak
dimakan oleh manusia.
ü PASANG TARUB
Merupakan tradisi membuat
‘bleketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi
manton. Tatacara ini mengambil ‘wewarah’ atau ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu
leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi
Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman
daun kelapa. Hal itu dilakukan dikarena rumah Ki Ageng kecil tidak dapat memuat
semua tamu, sehingga tamu yang diluar diteduhi dengan ‘payon’ itu, sehingga
ruang yang dipergunakan untuk para tamu agung menjadi luas dan dapat menampung
seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut ‘tarub’, berasal dari
nama orang yang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik
tangga sedangkan ibu memegangi tangga sambil membantu memberikan ‘bleketepe’
(anyaman daun kelapa). Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua
orang tua yang menjadi pengayom keluarga.
ü PASANG TUWUHAN
Tuwuhan mengandung arti suatu
harapan kepada anak yang dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan
sejarah keluarga. Tuwuhan terdiri dari :
v Pohon pisang raja yang buahnya sudah
masak. Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah diharapkan pasangan yang
akan menikah telah mempunyai pemikiran dewasa atau telah masak. Sedangkan
pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan
kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja.
v Tebu wulung berwarna merah tua
sebagai gambaran tuk-ing memanis atau
sumber manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna
wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang
perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu
bertindak dengan ‘kewicaksanaan’ atau kebijakan.
v Cengkir gadhing. Merupakan symbol
dari kandungan tempat si jabang bayi atau lambing keturunan.
v Daun randu dari pari sewuli. Randu
melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan. Sehingga hal itu
bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya.
v Godhong apa-apa (bermacam-macam
dedaunan). Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput
alang-alang dengan harapan agar terbebas dari segala halangan.
c) Siraman
dan Sade Dawet (Dodol Dawet)
Siraman
Peralatan yang dipakai untuk siraman
adalah sekar manca warna yang dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang
dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar, dan tumpeng robyong. Air yang
dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber air, atau air
tempuran. Orang yang menyiram berjumlah 9 orang sesepuh termasuk ayah. Jumlah
sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran
Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dan Islam. Selain itu angka
sembilan juga bermakna ‘babakan hawa
sanga’ yang harus dikendalikan.
Pelaksanaan
tradisi ini :
Masing-masing sesepuh melaksanakan
siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa
yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai
wanita memecah klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging mecah pamore anakku’. Seusai siraman
calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju kamar
pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian rambut di tengkuk) calon pengantin wanita.
Potongan rambut tersebut diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat perhiasan), lalu ditanam
di halaman rumah. Upacara ini bermakna membuang hal-hal kotor dari calon
pengantin wanita.
Sedangkan rambut yang basah sehabis
siraman dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya ‘dihalubi-halubi’ atau dibuat cengkorong
paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel konde tanpa perhiasan, dan tanpa
bunga.
Dodol Dawet
Pada saat calon pengantin dibuat
cengkorong paes itu, kedua orangtua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’ (menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai
hidangan, juga diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambang
kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak. Bagi orang yang akan
membeli dawet tersebut harus membayar dengan ‘kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan
bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu,
sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada
anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami
istri , harus saling membantu.
d) Sengkeran
Setelah calon pengantin wanita ‘dihaluh-halubi’ atau dibuat
cengkorong paes lalu ‘disengker’ atau dipingit. Artinya tidak boleh keluar dari
halaman rumah.
Hal ini untuk menjaga keselamatannya. Pemingitan ini dulu dilakukan selama seminggu, atau minimal 3 hari. Yang mana dalam masa ini, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.
Hal ini untuk menjaga keselamatannya. Pemingitan ini dulu dilakukan selama seminggu, atau minimal 3 hari. Yang mana dalam masa ini, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.
e)
Midodareni atau Majemukan
Malam menjelang dilaksanakan ijab dan panggih disebur malam
midodareni. Midodareni berasal dari kata widodari. Masyarakat Jawa tradisional
percaya bahwa pada malam tersebut, para bidadari dari kayangan akan turun ke
bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin wanita, untuk menyempurnakan dan
mepercantik pengantin wanita. Prosesi
yang dilaksanakan pada malam midodareni :
Jonggolan
Datangnya calon pengantin ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin wanita, calon pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih.
Datangnya calon pengantin ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin wanita, calon pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih.
Tantingan
Kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar, menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya kepada orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.
Kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar, menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya kepada orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.
Turunnya
Kembar Mayang
Turunnya kembar mayang merupakan
saat sepasang kembar mayang dibuat. Kembar mayang ini milik para dewa yang
menjadi persyaratan, yaitu sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah
tangga. Dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari dewa,
sehingga apabila sudah selesai dikembalikan lagi ke bumi atau dilabuh melalui
air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru
mempunyai arti wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar pengantin pria dapat
memberikan pengayoman lahir dan batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru,
berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu.
Maksudnya adalah wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat
abadi selamanya.
Wilujengan
Majemukan
Wilujengan Majemukan adalah
silahturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang bermakna
kerelaan kedua pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin
wanita menyerahkan angsul-angsul atau oleh-oleh berupa makanan untuk dibawa
pulang kepada ibu calon pengantin pria. Sesaat sebelum rombongan pulang, orang
tua calon pengantin wanita memberikan kepada calon pengantin pria.
f) Ijab
Pernikahan
Pelaksanaan ijab pernikahan ini
mengacu pada agama yang dianut oleh pengantin. Dalam tata cara Keraton, saat
ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu, tempat duduk penghulu maupun mempelai
diatur sebagai berikut :
§ Pengantin laki-laki menghadap barat
§ Naib di sebelah barat menghadap
timur
§ Wali menghadap ke selatan, dan para
saksi bisa menyesuaikan
Sumber
Kompasiana:
http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/25/lika-liku-pernikahan-campuran/nd
Wikipedia.com dst
Tidak ada komentar:
Posting Komentar