BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
sering sekali dilanda bencana baik itu bencana alam yang disebabkan oleh
kerusakan yang dilakukan oleh manusia, maupun oleh alam itu sendiri, seperti
banjir, tanah longsor, kecelakaan lalulintas, gunung meletus, gempa tektonik,
tsunami dan sebagainya. Orang-orang yang berada dan mengalami musibah tersebut
tentu sedikit banyak mengalami trauma dengan bencana yang baru saja dialaminya.
Oleh karena itu konseling traumatik membantu para klien yang mengalami trauma
tersebut untuk mampu menghilangkan rasa traumanya agar tidak mengganggu
perkembangan klien.
Dalam
pengertiannya konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat
membantu, makna bantuan itu sendiri, yaitu sebagai upaya untuk membantu orang
lain agar mencapai kemandirian, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya
dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Tugas
konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi fasilitatif yang diperlukan bagi
pertumbuhan dan perkembangan klien. Sementara itu, tujuan konseling mengadakan
perubahan perilaku pada klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif
dan menjadi normal kembali.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian
trauma?
2.
Apakah pengertian dari trauma konseling?
3.
Apakah penyebab dari trauma?
4.
Apakah perbedaan
konseling traumatik dengan konseling biasa?
5.
Bagaimanakah
cara menghilangkan trauma?
C. Tujuan
Penulisan
1)
Mengerti tentang
trauma
2)
Mengerti tentang trauma konseling
3)
Mengetahui
tentang penyebab dari trauma
4)
Mengetahui
perbedaan konseling traumatik dengan konseling biasa
5)
Mengerti
bagaimana cara menghilangkan trauma
D. Manfaat
Konseling traumatik dilakukan untuk memulihkan kondisi klien yang
mengalami kejadian yang menyebabkan klien merasa tidak nyaman atau merasa
terancam. Melalui konseling traumatik, terapis atau konselor dan juga klien berharap
agar klien dapat kembali hidup normal setelah menjalani konseling.
Koseling traumatik adalah upaya konselor untuk
membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga
klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan
berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.
Konseling ini berbeda dengan konseling biasa, yang
terletak pada waktu, fokus, aktifitas, dan tujuan. Waktu yang dibutuhkan lebih
pendek, kemudian lebih fokus pada satu masalah yaitu trauma. Dari segi
aktifitas, konseling ini lebih sering melibatkan banyak orang dalam membantu
klien dan yang lebih banyak aktif adalah konselor. Dilihat dari tujuan,
konseling ini lebih menekankan pada pulihnya kembali klien seperti keadaan
sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Trauma
Trauma berasal dari kata Yunani “tramatos”
yang berarti luka dari sumber luar. Tetapi kata trauma bisa juga luka sumber
dalam yaitu luka emosi, rohani dan fisik yang disebabkan oleh keadaan
yangmengancam diri kita. Menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam
“KamusPsikologi” yang mengatakan bahwa trauma adalah luka berat ataupengalaman
pahit yang menyebabkan organisme menderita kerusakanfisik maupun psikologis.
Trauma secara psikologis merupakan pengalaman traumatikyang mengacu pada pengalaman
mental yang luar biasa menyakitkanyang melampaui batas kemampuan seseorang
untuk menanggungnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa trauma adalah
sebuahperistiwa yang terjadi di luar individu yang mengalami yangmengancam
kehidupan dan dapat menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun
psikologis serta mengakibat kan rasa takut yang mendalam dan tidak berdaya.
Trauma berarti peristiwa
yang mengerikan yang sangat menakutkan. Di dalam salah satu diagnosis ilmu
gangguan jiwa ada yang disebut dalam bahasa Inggrisnya PTSD yaitu Post
Traumatic Stress Disorder artinya adalah gangguan stres pasca trauma, stres
yang muncul dan berkelanjutan namun stres ini sebetulnya timbul sebagai akibat
pengalaman yang mengerikan yang kita alami pada masa lampau.
Salah satu tanda penderita PTSD adalah sering
diserang oleh mimpi buruk, malam hari terbangun dengan keringat dingin,
ketakutan karena mengalami mimpi buruk yang sangat mengerikan. Dan mimpi buruk
itu sangat unik, unik dalam pengertian mempunyai tema yang sama, jadi temanya
adalah tema yang mengerikan.
B.
Trauma
Konseling
Luka jiwa
atau kadang disebut juga dengan trauma dapat terjadi pada semua insan, tak
terkecuali diri kita. Saat mencapai dewasa maka kemampuan untuk mengatasi luka
jiwa akan semakin lengkap dan komplit, sehingga luka jiwa yang terjadi dapat
cepat sembuh atau bahkan sembuh sama sekali. Disadari atau tidak jiwa kita yang
terbentuk sampai dewasa seperti sekarang ini dipengaruhi oleh luka-luka yang
terjadi waktu kita masih kecil atau remaja. Masa yang sangat rawan dikarenakan
seorang anak kecil belum dilengkapi dengan kemampuan secara sempurna untuk mengobati
luka jiwa yang dialami.
Trauma
adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari
tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma juga dapat diartikan
sebagai luka yang ditimbulkan oleh faktor external. Jiwa yang timbul akibat
peristiwa traumatik. Peristiwa traumatik bisa sekali dialami, bertahan dalam
jangka lama, atau berulang-ulang dialami oleh penderita. Trauma psikologis bisa
juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa ada trauma fisik sekalipun. Penyebab
trauma psikologis antara lain pelecehan seksual, kekerasan, ancaman, atau
bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut punya efek sama terhadap tiap
orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah tersebut, namun ada pula yang
tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada peristiwa traumatik yang dialami.
C.
Penyebab
Trauma
Penyebab dari trauma meliputi 2
faktor yaitu :
1.
Faktor internal (psikologis)
Bentuk
gangguan dan kekacauan fungsi mental, atau kesehatan mental yang disebabkan
oleh kegagalan bereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan
terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul gangguan
fungsi atau gangguan struktur dari satu bagian, satu organ, atau sistem
kejiwaan/mental. Merupakan totalitas kesatuan ekspresi proses kejiwaan/mental
yang patologis terhadap stimuli sosial, dikombinasikan dengan faktor-faktor
kausatif sekunder lainnya (patalogi = ilmu penyakit ).
Secara sederhana, Trauma dapat
dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akibat ketidak mampuan seseorang mengatasi
persoalan hidup yang harus dijalaninya, sehingga yang bersangkuan bertingkah
secara kurang wajar.
Sebab-sebab timbulnya Trauma
yaitu :
o Kepribadian
yang lemah atau kurang percaya diri sehingga menyebabkan yang bersangkutan
merasa rendah diri, ( orang-orang melankolis)
o Terjadinya
konflik sosial – budaya akibat dari adanya norma yang berbeda antara dirinya
dengan lingkungan masyarakat.
o Pemahaman
yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan terhadap kehidupan sosial
(overacting) dan juga sebaliknya terlalu rendah diri (underacting).
Proses – proses yang diambil
oleh sesorang dalam menghadapii kekalutan mental, sehingga mendorongnya kearah
:
Positif,
bila trauma (luka jiwa) yang dialami seseorang, akan disikapi untuk mengambil
hikmah dari kesulitan yang dihadapinya, setelah mencari jalan keluar maksimal,
tetapi belum mendapatkannya tetapi dikembalikan kepada sang pencipta yaitu
Allah SWT, dan bertekad untuk tidak terulang kembali dilain waktu.
Negatif,
bila trauma yang dialami tidak dapat dihilangkan, sehingga yang bersangkutan
mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang
dicita-citakan.
Contohnya :
ü Agresi,
yaitu : Meluapkan rasa emosi yang tidak terkendali dan cenderung melakukan
tindakan sadis yang dapat mambahayakan orang lain.
ü Regresi,
yaitu : Pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan. (menjerit, menangis
dll)
ü Fiksasi,
yaitu : Pembatasan pada satu pola yang sama (membisu, memukul dada sendiri dll)
ü Proyeksi,
yaitu : Melemparkan atau memproyeksikan sikap-sikap sendiri yang negatif pada
orang lain.
ü Indentifikasi,
yaitu : Menyamakan diri dengan sesorang yang sukses dalam imajinasi, (kecantikan,
dengan bintang film .dll)
ü Narsisme,
self love yaitu : Merasa dirinya lebih dari orang lain.
ü Autisme
yaitu : Menutup diri dari dunia luar dan tidak puas dengan pantasinya sendiri.
Penderita
Trauma lebih banyak terdapat dalam lingkungan kota- kota besar yang banyak
memberikan tantangan hidup yang berat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anak
usia muda tidak berhasil dalam mencapai apa yang dikehendakinya.
Para korban bencana alam dan di tempat-tempat konflik, karena setres terhadap harta bendanya yang hilang.
Para korban bencana alam dan di tempat-tempat konflik, karena setres terhadap harta bendanya yang hilang.
2.
Faktor eksternal (fisik)
Faktor orang
tua dalam bersosialisasi dalam kehidupan keluarga, terjadinya penganiyayaan
yang menjadikan luka atau trauma fisik. Kejahatan atau perbuatan yang tidak
bertanggung jawab yang mengakibat kan trauma Fisik dalam bentuk luka pada badan
dan organ pada tubuh korban. Salah satu penanganan trauma yaitu dengan
konseling trauma. Konseling trauma merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu
mengatasi beban psikologis yang diderita akibat bencana mapun hal yang linnya.
Guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai,
kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi
kestabilan emosi para korban. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah
dalam menghadapi petaka, bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan
berujung pada stres berat yang sewaktu-waktu bisa menjadikan mereka lupa
ingatan atau gila.
Konseling
trauma dapat membantu menata kestabilan emosinya sehingga mereka bisa menerima
kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang sulit. Konseling
trauma juga sangat bermanfaat untuk membantu penderita trauma untuk lebih mampu
mengelola emosinya secara benar dan berpikir realistik. Dengan modal emosi yang
stabil dan keterampilan mengelola kehidupan emosionalnya, maka konseling trauma
dapat dilanjutkan untuk membantu para korban untuk menemukan kembali rasa
percaya diri yang sempat terkoyak tak berdaya dirampas bencana. Tidak mudah
bagi setiap orang untuk bisa menerima kenyataan kehilangan istri, anak, atau
pun suami. Bahkan ketika perasaan kehilangan yang amat dalam itu muncul,
seseorang akan merasa hidupnya tidak berarti lagi. Keadaan inilah yang memicu
munculnya kondisi putus asa (hopeless) dan tak berarti (meaningless) (Fromm,
1999). Hidup tanpa arti dan tanpa harapan akan sulit. Membangun rasa percaya
diri ditopang kestabilan emosional menjadi awal untuk berkembangnya kemampuan
berpikir rasional dan realistik. Kestabilan emosional dan kemampuan berpikir
rasional dan realistik merupakan dua tonggak utama yang sangat menentukan psikologi
seseorang.
Semangat
hidup menjadi modal utama bagi para korban untuk sanggup bertahan dan menatap
masa depan dari balik kehancuran hidup dan kesendirian. Dengan semangat hidup
yang kuat, para penderita akan terbebas dari belenggu keputusasaan dan ketidakberdayaan.
Konseling trauma juga sangat bermanfaat dalam membantu para korban untuk mampu
memecahkan masalah secara kreatif melalui hubungan timbal balik dan dukungan
lingkungan.
D.
Perbedaan Konseling Traumatik dengan Konseling Biasa
Koseling traumatik adalah upaya konselor
untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi
sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang
dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin. Konseling
traumatik sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh konselor,
perbedaan ini terletak pada waktu,fokus, aktifitas, dan tujuan.Perbedaan
itu adalah :
1.
Dilihat
dari segi waktu : konseling traumatik sangat butuh waktu yang panjang dari pada
konseling biasa
2.
kemudian
dari segi fokus : konseling traumatik lebih memerhatikan pada satu masalah,
yaitu trauma yang dirasakan sekarang. Adapun konseling biasa, pada umumnya suka
menghubungkan satu masalah klien dengan masalah lainnya, seperti latar belakang
klien, proses ketidak-sadaran klien, masalah komunikasi klien, transferensi
dan conter transferensi antara klien dan konselor, kritis identitas dan
seksualitas klien, keterhimpitan pribadi klien dan konflik nilai yang terjadi
pada klien.
3.
Dilihat
dari segi aktifitas : konseling traumatik lebih banyak melibatkan
banyaknya orang dalam membantu klien dan yang paling banyak aktif adalah
konselor, konselor berusaha mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari
dukungan dari keluarga dan teman klien, menghubungi orang yang lebih ahli untuk
referal, menghubungkan klien dengan ahli lain untuk referal,
melibatkan orang atau agen lain yang kompeten secara legal untuk membantu
klien, dan mengusulkan berbagai perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
4.
Dilihat
dari segi tujuan, konseling traumatik lebih menekankan pada pulihnya
kembali klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan diri dengan keadaan lingkungan yang baru. Secara lebih spesifik, kottman
(1995) Menyebutkan, bahwa tujuan konseling traumatik adalah :
Ø Berpikir realistis, bahwa trauma adalah
bagian dari kehidupan
Ø Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan
situasi yang menimbulkan trauma
Ø Memahami dan menerima perasaan yang
berhubungan dengan trauma, serta
Ø Belajar ketrampilan baru mengatasi trauma.
Proses konseling traumatik terlaksana karena
hubungan konseling berjalan dengan baik, proses konseling traumatik adalah
peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi klien yang mengalami
trauma dan memberi makna pula bagi konselor yang membantu mangatasi trauma
kliennya tersebut.
E.
Cara
Menghilangkan Trauma
1) Mengenali dulu apa yang menjadi penyebab
gangguan itu, sebab tidak sama dalam setiap kasus.
2) Kembali lagi pada peristiwa saat itu, dan
mengeluarkan emosi yang seharusnya dia keluarkan saat itu. Tentunya dengan
bantuan seorang ahli terapi dia mengunjungi kembali saat itu dan mengeluarkan
perasaannya yaitu perasaan takut, marah, diekspresikan semua.
3) Setelah itu baru masuk ke yang disebut di
dalam ilmu terapi ke arah yang bersifat kognitif. Yaitu penyembuhan kognitif
artinya dia akan diajar atau mulai belajar melihat hidup ini atau situasi ini
dengan kaca mata yang berbeda.
Orang yang mengalami gangguan stres pasca
trauma ini biasanya menempatkan dirinya sebagai orang yang tak berdaya, ini yang
perlu disampaikan kepada mereka "TIDAK!" engkau sekarang berdaya,
engkau tidaklah setidak berdaya pada waktu engkau masih kecil. Jadi harus
dilawan dan diberikan prespektif yang lebih luas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
trauma adalah sebuah peristiwa yang terjadi di luar individu yang mengalami
yang mengancam kehidupan dan dapat menyebabkan organisme menderita kerusakan
fisik maupun psikologis serta mengakibat kan rasa takut yang mendalam dan tidak
berdaya.
Penyebab dari trauma meliputi 2 faktor yaitu :
1.
Faktor
internal (psikologis)
2.
Faktor
eksternal (fisik)
Koseling traumatik adalah upaya
konselor untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi
sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya
dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin. Konseling traumatik sangat
berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh konselor, perbedaan ini terletak
pada waktu,fokus, aktifitas, dan tujuan.
Cara
Menghilangkan Trauma
a.
Mengenali
dulu apa yang menjadi penyebab gangguan itu, sebab tidak sama dalam setiap
kasus.
b.
Kembali
lagi pada peristiwa saat itu, dan mengeluarkan emosi yang seharusnya dia
keluarkan saat itu. Tentunya dengan bantuan seorang ahli terapi dia mengunjungi
kembali saat itu dan mengeluarkan perasaannya yaitu perasaan takut, marah,
diekspresikan semua.
c.
Setelah
itu baru masuk ke yang disebut di dalam ilmu terapi ke arah yang bersifat
kognitif. Yaitu penyembuhan kognitif artinya dia akan diajar atau mulai belajar
melihat hidup ini atau situasi ini dengan kaca mata yang berbeda.
DAFTAR
RUJUKAN
Gangguan Stress Pasca
Trauma. Pdt. Dr. Paul Gunadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar